NGAMEN
Istilah ”Ngamen” mungkin hanya ada di Indonesia.( ya iyalah..di Negara lain kan namanya Beda ). Dan aku sangat pasti tentang itu. Konotasi Ngamen itu sendiri, mungkin mengandungi beberapa persepsi yg kadang ujungnya agak “Nylekit”. Karena di masyarakat Jawa, istilah Ngamen itu juga ada, namanya “Mbarang”, yg sampai saat ini aku sendiri masih mencari, dari mana asal kata Mbarang itu di Sosio Budaya masyarakat Jawa.
Mbarang, atau Ngamen, biasa dihubungkan dengan satu bentuk Hiburan yg paling sederhana, yg jelas mengharapkan Imbalan, yg jumlahnya terserah yg memberi. Seikhlasnyalah, kira kira begitu. Walaupun sering juga banyak Nggak ikhlasnya. Lha iya to…kadang orang ngamen itu ada yg attitude nya bagus ada juga yg enggak.
Ada yg suara dan penampilanya bagus, ada juga yg enggak. Ada yg bener bener pakai Instrument yg bunyinya enak… dan nggak kurang yg sekedar pakai Kotak Sabun yg di beri Kolor Karet untuk sekedar bunyi. Kualitasnya, jangan ditanyalah. Ya ala kadarnya. Bunyi instrumennya di Utara, yg nyanyi keselatan. Alasan mereka,… ya daripada Ngemis mas…nah lho ? …. Kenyataannya, memang Ngamen sudah menjadi salah satu bentuk mata pencaharian. Nggak perduli, itu ngamen Minimalis ( bermodalkan tutup botol yg di paku di sebilah kayu ), atau pakai segala macam perangkat Instrument dan aransemen yg bagus. Dan banyak juga yg sudah berhasil jadi celebrities. Dan namanya berubah menjadi ARTIS.
Di Masyarakat Jawa, pekerjaan Ngamen itu satu kerjaan yg termasuk dalam golongan “Kerja Paria “ ( dalam susunan Kasta, Paria adalah Kasta yg terendah), alias kerjaan yg nggak menuai rasa hormat. Kalau nggak percaya,… cobalah melamar seorang Gadis di Jawa atau dimana saja di Indonesia, dan kalau bapaknya nanya, : Kerjaannya apa Mas ? “…jawablah, :” Ngamen”. Maka…..Prosentase untuk sukses meminang sang gadis itu hanya berkisar 0.0000001 % aja. Dan sialnya…hehehehe… kerjaanku juga Ngamen. ( Dan temen temenku pasti bilang : Pantes nggak laku laku ….. hehehehe Nasib mBleh..).
Dan itu memang sudah resiko yg harus ku tanggung sebagai Pengamen. Kadang ada duit, kadang tidak, yg pasti,.. banyak tidaknya daripada adanya. Kalau soal laper dan bokek, ..itu sepertinya sudah menjadi rutinitas harianku. Dan itu sudah kutekati dari dulu, bahwa aku akan menjalani Profesi ini dengan Nrimo dan Legowo, apapun resikonya. Yang pasti, didadaku sudah tidak ada lagi “ Rasa Gengsi “. ( Lha wong Kere… kok mau gengsi segala… ) itu yang pertama, yg kedua…harus muka tembok.( mukaku: beton keras )…yg ketiga….ya harus tetep tersenyum, walaupun kadang yg ngasih uang receh itu mukanya persis seperti Mangga muda. Asem banget ( yg itu juga sudah biasa ).
Dan yg terakhir ( ini wajib ), selalu bersyukur dan mendo’akan mereka yg memberi recehannya kepada kita, supaya, Insyaallah, mereka tetap diberi kelimpahan rezeki oleh Allah SWT, agar nanti mereka akan lebih ikhlas ngasih uang receh lagi ke aku. Syarat syarat diatas hanyalah syarat syarat dasar. Sedangkan Kualifikasi yg lain, masih banyak ( Bah… kualifikasi apa pulak itu bang ? … emangnya calon PNS ? ).
Setelah syarat syarat dasar diatas terpenuhi, maka, hadirlah syarat syarat khusus, yg disesuaikan dengan Jenis Ngamen yg akan dilakukan. Kalau mau nyanyi dan pakai gitar, ya… paling tidak harus ngerti main gitar ( at least chord 3 batu harus sudah ada ) dan suaranya nggak “Pales” alias “nylekre”, alias “Slendro patet sewelas setengah” atau dalam bahasa Melayunya “ Sumbang”. Banyak yg modalnya Cuma 3 lagu saja, … dengan harapan, sebelum sempat lagu yg dinyanyiin habis, udah diusir dan dikasih “Gopek”.
Kalau yg nggak bisa nyanyi dan main gitar, …ya ada cara lain. Salah satunya, menggunakan Jasa Monyet untuk menari dan bersirkus di Simpang Traffic Light. Bahkan, di Bandung, .. hampir di setiap Traffic Lights ada Komedi Monyet ini dan di simpang yg agak besar, mereka Buat “Jathilan Sunda “, lengkap dengan Costume ( Pakai blangkon dan segala macam atributnya) dan Make Up, serta dasar dasar Acting sederhana juga sudah mereka kantongi, walaupun tanpa teknik muncul , blocking dan teknik membina puncak ( hehehehehe emangnya Theater ).
Di lain tempat ada yg sengaja mengecat Wajah mereka dengan Warna Perak atau Emas, seperti layaknya Pantomime di Perancis ( dari rambut, wajah sampai ke udelnya), sambil membawa kotak sedekah. Sedangkan hampir di setiap Bus yg aku tumpangi, selalu ada Pengamen yg terdiri dari satu sampai tiga orang, .. seorang pemain gitar, pemain Bongo ( Bongo buatan sendiri dari pipa prolon dan karet ban dalam mobil) dan satu tambourine ( tutup botol, flattened dan di paku di sebilah kayu ). Introduction nya juga kunilai sudah sangat Profesional.
Coba simak Intro mereka ini : “ Selamat siang Bapak bapak ibu ibu, om om, tante tante , mbak mbak dan mas mas sekalian. Maafkan kamikalau kami mengganggu kenikmatan perjalanan anda, tak lain dan tak bukan, karena kami mengharapkan sedikit uang receh dari anda. Selamat bertemu dengan kami, Trio Cuap Cuap yang akan menemani perjalanan anda semua, dengan serangkaian tembang tembang manis, semoga dapat menghibur hati anda semua selama dalam perjalanan, dan sekiranya ada kata yg salah dari kami, kami mohon seribu maaf, kodrat kami sebagai pengamen, mengharapkan belas kasihan anda anda semua, dengan harapan, anda akan selamat sampai di tempat tujuan dan diberikan ganjaran Rezeki yg berlimpah “….
Begitulah biasanya introduction mereka. Merekapun mulai menyanyi, dari lagu Keroncong, sampai lagu lagu Populer sekarang. Bahkan, satu hari itu, aku terserempak dengan Pengamen yg membawakan semua lagu Koes Plus. Cukup menghiburkan kadang. Tapi juga kadang menjengkelkan. Dan seorang bapak yg hampir ketiduran di Bus, mengumpat dengan nada yg agak sinis.
Nah… yg jenis menjengkelkan inilah, yg istilahnya Ngamen nggak pakai Hati, atau bisa kubilang, Pengemis terselubung. Yg jenis ini, juga bukan kosong tanpa Ilmu. Yg pasti mereka harus pelajari adalah, Ilmu Menjengkelkan ( Irritation method ). Yaitu dengan menimbulkan semacam iritasi, (terutama, iritasi telinga ) dengan harapan, setelah sistim akustik kita di amburadul dengan suaranya yg pales dan sumbang itu, segera diusir dengan imbalan tertentu. Caranya bermacam macam memang. Dari nyanyi Pales, kuat, ngawur dan memekakkan telinga, sampai nyanyi sambil ketuk kaca mobil, dan berbagai metode iritasi yg lain, yg kadang cukup menjengkelkan.
Di Dunia Pengamenan juga sudah terjadi persaingan yg cukup ketat, terutama, di kawasan kawasan yg basah. Artinya, kawasan, yg gampang untuk mencari duit. Tempat Tempat makan, tempat tempat nongkrong, Traffic lights dan lain lain. Tapi ada juga, sebagian mereka yg saling Sharing Ilmu, dari perbendaharaan Lagu, sampai perbendaharaan Chord Guitar. Ada semacam Perjanjian Konvensional diantara mereka untuk bergilir di tempat yg mereka anggap basah ini.
Dan dijalanan, kadang aku tersenyum sendiri, sambil memperhatikan setiap gerik gerik mereka, cara mereka berpakaian,… aaaaahhhhh…. Aku jadi teringat diriku sendiri sewaktu aku masih ngamen di jalanan kota Jogja dan Semarang dulu. Waktu itu, kalau aku pulang dengan 750 perak ditanganku,.. sepanjang jalan aku tersenyum lebar…makan enak ( makan enak ukuran aku itu pakai telor ), dan bisa beli rokok sebungkus…beli buku dan masih bisa simpan untuk ongkos besuk, tanpa harus meloakkan Celana Jean bututku.
Cuma mungkin dulu lagu laguku lain dengan lagu pengamen lain,.. saat itu, aku banyak nyanyiin lagu Beatles dan lagu Country Western. Walaupun nggak jarang aku nyanyiin lagu Rolling Stone, seperti Honky-tonk mowan. Tapi masih sama sebutannya. Ngamen… baik itu Keroncong,… Dangdut, Jazz, country, Pop atau apapun judulnya. Ya… tetap ngamen. Dan sialnya lagi,… aku sangat menikmati kerjaanku, yg orang anggap kurang begitu Mulia itu.
Di abad pertengahan, di jaman Renaissance dulu juga sudah wujud kerjaan Ngamen ini, dengan sebutan Troubadours, yg biasanya dilakukan oleh kaum Gipsy yg ngamen dari satu Castle ke Castle yg lain, dengan bentuk multi entertainment, dari Juggling, sirkus mini sampai lawak jenaka dan bahkan ngramal nasib. Dan Elemen elemen itu, masih ada sampai sekarang, yg wujud di dunia Persirkusan.
Dan di Indonesia bentuk ngamen juga bermacam macam, bahkan di Lombok NTB, ada bentuk ngamen yg berupa Band Bejalan. Ya… mereka berjalan sambil main Band. ( Jalan Kaki ) yg main keybord juga jalan, yg main Bass dan guitar juga berjalan di belakang Gerobak yg mengusung Sound System yg bunyinya juga nggak begitu nyaman ditelinga. Uniknya, Drum yg seharusnya dimainkan oleh satu orang, dibagi menjadi beberapa orang, seperti lazimnya Marching Band. Lagu lagunya, dari Dang Dut, sampai lagu Peterpan juga ada. Yg nyanyi juga sambil jalan. Ngamennya di jalan. Biasanya, ada satu “Ledhek”nya, yg meliuk liuk menari seperti tari bali, tapi tiba tiba goyang ngebor seperti Inul. ( Ledhek itu Bahasa Indonesianya apa sih ? ).
Di Jogja, ngamen juga bentuknya mulai beraneka ragam, dari Jathilan, ngamen pakai Ukulele, sampai ngamen ala Reog Ponorogo. Dijaman aku masih kecil dulu, yg banyak..ya ngamen sindenan, pakai Siter ( Javanese Harp ) dan seorang sinden yg nyanyi lagu lagu jawa… ( ya iyalah… masak nyanyi lagu Rolling Stone ).
Perjalananku sebagai Pengamen sudah cukup lama, walaupun dengan Ilmu Ngamenku yg Pas pasan, tapi Alhamdulillah, dengan Niat yg baik untuk menghibur Orang, ternyata sampai sekarang, juga masih diberi rezeki oleh Yang Maha Kuasa. Dan itu sangat kusyukuri sekali.Walaupun, secara kebetulan, memang hanya itu kerjaan yg aku tau untuk menyambung hidupku.
Aku memulai karier ngamenku dari jalanan di Jogjakarta, dan juga tempat tempat kost, biasanya pada malem Minggu. Dengan harapan, yg lagi “Ngapel “ di tempat kost Putri, akan memberi imbalan lebih karena segan dan gengsi dengan cewek yg lagi di Apelin. Jalan Solo ( sekarang Jl Oerip Soemohardjo) merupakan daerah basah untuk ngamen pada waktu itu. Targetku setiap hari 5 km. Dan kebiasaan jalan ngamen itulah yg terbawa sampai sekarang, aku masih suka berjalan kaki dengan jarak yg cukup aduhai. ( lha mau naik mobil nggak punya… hehehehe ya jalan kaki toh… )
Kemudian, aku juga taklukkan jalan jalan Kota Semarang. Permainanku banyak di sekitar belakang Kampus UNDIP, yg memang banyak tempat kost kost an, sekitar daerah Erlangga. Juga nggak jarang aku masuk ke daerah Tegal Wareng yg masih berhubungan dengan jalan jalan itu. Kalau belum capek dan penat, aku lanjutkan ke daerah Sompok dan sekitarnya.
Kemudian, akupun pindah ke Kota Medan. Dan disana juga masih sama, Ngamen, dari tempat orang Kenduri Kawin, Sunatan, Pub sampai ke Hotel. Karena pada waktu itu memang belum banyak Café Café seperti layaknya sekarang. Dan itu kulakukan selama bertahun tahun dengan Sekerat Ilmu Ngamen dan segala keterbatasan yang ada pada diriku, karena memang aku tidak pernah mengecap pendidikan musik secara formal. Apa yg kupelajari sewaktu di kampoeng dulu, ditambah dengan limpahan ilmu teman teman sesame pengamen, menjadikan modal ngamenku sedikit lebih tertolong, walaupun kusadari, disana sini masih banyak yg bolong, dan masih sangat banyak yg harus kupelajari.
Ternyata Proses Belajar, memang nggak ada kata berhentinya. Aku tetap harus selalu belajar dan latihan, untuk bias sedikit bersaing di Dunia Pengamenan ini. Setiap hari, selalu ada sesuatu yg baru yg aku harus pelajari.
Kecanggihan alat ngamen dan juga kepiawaian si Pengamen jaman sekarang memainkan alat musiknya, memang…kadang aku merasa “Keder” , merasa “ Ngeri “ merasa “ Minder “ dan merasa ketinggalan dari mereka mereka yg sangat maju ini.
Yg jelas, ilmu ngamen mereka sangat tinggi, jauh lebih tinggi dari ilmu sekerat yg aku ada dan terkesan Jadul ini. Tapi ,.. karena memang ini Profesi yg aku pilih sejak dulu, dan dengan segala keterbatasan yg ada pada diriku, aku akan tetap exist disitu, apapun keadaannya dan bagaimanapun caranya, yg pasti, …aku mencari nafkah dengan halal dan ikhlas. Nggak Korupsi, nggak nipu duit rakyat, dan nggak menggelapkan uang Zakat.
Dan aku nggak pernah malu atau gengsi, kalau ditanya orang.: “ Kerjaannya apa mas ? “,.. dengan segala kerendahan hati, aku akan menjawab “ Saya seorang Pengamen Pak “. Hehehehehe, ….lha wong memang bisanya Cuma itu….lha apa mau kujawab yg lain…nanti nipu…Ealaaaaahhhh…. Kalau nggak perncaya, lihat aja di KTP ku di kolom Pekerjaan , yg sempat jadi perdebatan di Kantor Kelurahan, karena kerjaan “ Pengamen” memang nggak masuk dalam Daftar Jenis Pekerjaan yg disediakan Kelurahan. Tapi nggak tau ya… kalau di Perkotaan, karena di “Ndesoku”, yg ada itu seperti : Tani, PNS, Nelayan, Buruh, Guru, ….kadang aku sering ada semacam Wild Imagination…..Kalau Presiden ? Terus di KTP nya apa Kolom Kerjaannya juga Presiden ya ? hehehehehe… sepertinya Keren ya.. kalau di Kolom Kerjaan kita tertulis “ Presiden “…..huahahahahahahaha…. wakakakakakakakaka…. Mimpi Kaleeeeeeeeeeeeeeeee…..Embeeeeeeeeeeerrrrrrrrrrrrr.
No comments:
Post a Comment