Thursday, May 5, 2011

Kejarlah Daku kau ku kemplang ”

Kejarlah Daku kau ku kemplang ” 
Proses dan Persepsi

          Hidup ini memang aneh dan penuh dengan misteri, yg kadang kita sendiri sulit untuk mengerti dan sulit untuk memprediksi akan kemana kita nantinya. Bermula dari saat kita baru belajar merangkak, berdiri, tertatih tatih dan berjalan, baru kemudian kita mampu untuk berlari.

               Proses itu berkelanjutan, dan pada waktu yg bersamaan, kita juga menjalani serangkaian tahapan yg wajib. Dari minum susu sambil belajar mengeluarkan bunyi yg terdeteksi oleh indera kita, dan pada waktu yg bersamaan, kita juga mulai belajar untuk makan bubur dan merekam setiap kejadian disekitar kita, untuk kita tirukan, yg akan kita lakukan pada proses pembelajaran selanjutnya. Nah Loh ? … iya bener kok…makanya, … orang orang pandai selalu bilang,… proses pembelajaran manusia itu nggak pernah berhenti. Kata orang orang pandai lagi,… kita ini belum menggunakan otak kita sepenuhnya. Weleeeh… lha terus nggo ngopo to leeeee…lha wong pinter wis okeh, ning golek pangan kok yo ijih rekoso ? ( mungkin sing rekoso golek pangan ki yo mung wong bodo koyo aku iki… hehehehehe oalaaahhh… nalar ki kok yo cupet… )

           Dan sekali lagi,… anehnya,.. kadang kita baru mengerti dan menyadari tentang sesuatu itu pada saat sekarang, setelah kita lama hidup, dan sesuatu yg barusan kita mengerti itu bahkan, sungguh sangat sederhana. Yg seharusnya, kita sudah mengerti jauh sebelum sekarang. Kita memang sering terbentur kepada satu permasalahan, yg sebenarnya solusinya itu sungguh sangat sederhana. Tapi kita baru menyadarinya sekarang. Dan itu juga proses belajar kok….bener…!!!!...

           Tidak jarang,.. satu penemuan yg besar, bahkan dilandasi oleh satu pemikiran yg sangat sederhana, yang tidak jauh dari kehidupan kita sehari hari, atau bahkan kita hadapi dan lihat hampir setiap saat. Potensi yg ada disekitar kita itu kadang nggak mampu kita lihat. Dan itu memang kelemahan manusia. Kalu itu bisa kita sebut sebagai suatu kelemahan,… aaaahh… tapi untuk mengenakkan pembicaraan,… lebih baik kita sebut sebagai Kewajaran saja…. Toh nggak ada manusia yg sempurna…

              Mungkin, ..oleh sebab itulah, manusia dikaruniakan dengan masing masing kelebihan, sesuai dengan bidang yg telah dikhususkan kepadanya dan kadang kita sebut sebagai keahlian . Keahlian itu akan timbul, dari persistensi kegiatan kita sehari hari,… baik itu yg kita kehendaki atau kita harus terpaksa melakukannya, dengan berbagai latar belakang alasan. Dari Pemulung, buruh seperti saya, Bupati sampai ke Presiden.

            Dan peran mereka itu sebetulnya sama pentingnya dan saling berkait rapat antara satu dan yg lain. Karena itu merupakan “Chains of life “ yg membentuk satu “ Ecosystem “ yg susah untuk di pisahkan. Contohnya, : Kalau tukang Sampah di Perumahan dimana anda tinggal, nggak ngutip sampah selama seminggu ? hayo apa yg terjadi ?... Tukang sayur keliling langganan anda nggak nongol seminggu ? apakah anda akan merasakan satu kepincangan ? sudah tentu… karena itu siklus keseharian anda…yg mungkin salah satunya termasuk dalam jajaran infrastruktur yg memang krusial. Itu hanya salah satu contoh dari saling ketergantungan antar profesi, yg kadang profesi mereka dianggap nggak penting. ..

                     Eleeeeh… dia kan Cuma tukang sampah…kalau sampahnya nggak diangkat seminggu, baunya kemana mana..anda merasa nggak nyaman…ketergantungan ? ya iyalah… masak ya iya dong… hehehehe…ada semacam Simbiose mutualisma diantara kita, yg kadang kita angkuh sekali untuk mengakui itu, karena kedudukan dan pangkat kita. Kadang kita merungut : ‘ where the hell all the Taxis when we need ‘em ? “…. Coincident ?... nope… there’s nothing in this world called coincident.

                  Memang nggak ada di dunia ini yg berbau koinsiden. Karena sebetulnya, … memang seharusnya begitulah kejadiannya. Dan kalau itu tidak terjadi,… maka itu akan mempengaruhi siklus kehidupan manusia yg lain, yg mungkin akan mengakibatkan sesuatu kejadian, baik itu yg bersifat Minor atau Mayor. ( nggak ada hubungannya dengan music ya ). Artinya… kalau sesuatu kejadian itu nggak terjadi… Bisa berakibat buruk… atau baik… slendro ataupun patet , tapi yg pasti, sesuatu kejadian itu terjadi supaya wujud satu bentuk keseimbangan. Dan kata orang, kejadiannya itu, memang harus begitu….dan kadang kita sering mengalami semacam “Dejavu “ dengan serentetan kejadian, yg seolah pernah terjadi dan kita alami sebelumnya……..Opo iyo to mas ? ( Mbuh… lha wong aku yo mung ngawur kok … mbuh prek )

Kadang memang terasa Is So unfair to us…. Well… life is incredibly unfair. Yup… hidup ini memang nggak adil. Yang adil itu Tuhan. Dan kita tau itu. Di satu pihak, orang bilang… aduuuh… sekarang nyari duit kok susah sekali, sementara harga barang semua cenderung menggapai langit.

Dan di lain pihak, ada keluhan juga. Aduuuuh… kenapa jalan disini becek… padahal aku baru ambil Mercedesku keluar dari salon Mobil. Dua duanya merupakan keluhan. Tapi nggak sama kan ?.

               Ada satu cerita lagi. Di sebuah sekolah dasar, seorang guru menyuruh murid muridnya membuat sebuah karangan berjudul, “ Kami orang Miskin “.

               Si Badu, anak seorang kuli bangunanpun mulai menulis dengan lancarnya. : “ Kami adalah orang miskin, yg hidup di sebuah gubug sederhana di pinggir sungai yg penuh dengan tambalan dan kalau hujan atapnya bocor disana sini, tidak jarang, rumah kami terendam sedalam setengah meter . Kehidupan kami laksana kais pagi makan pagi, kais siang makan sore “… jelas sekali gambaran kemiskinan disitu. Karena… ya memang dia merasakan itu sehari hari. Rutin. Nggak perlu harus memutar otak. Karena memang itu yg dialamai sehari hari.

                 Sedangkan, si Tommy, anak seorang Direktur Utama Perusahaan Gajah Bengkak, juga membuat karangan dengan judul yg sama, tapi bunyinya seperti ini. : “ Kami orang Miskin, papa mamaku juga miskin, sopir sopirku juga miskin, pembantu, tukang kebon dan tukang masakku juga miskin, …. Bahkan Satpam dirumah kamipun juga miskin.

                 Bukan soal Miskin dan kaya yg akan aku omongin disini. Karena , sebagai org Indonesia, kita udah nggak heran tentang cerita antara si Miskin dengan si Kaya. Yang aku akan ceritakan disini, soal proses dan soal Persepsi.

          , .. ya karena kita kan tetap hidup dan menjalani proses Belajar itu tadi. Sambil didalamnya, kita juga belajar untuk mengadaptasi sesuatu itu dengan persepsi yg lebih enak di dengar, lebih gampang di cerna dan nggak usah harus ngotot untuk itu

               Contoh diatas, adalah contoh proses dan persepsi kita terhadap hidup ini sendiri, yg memang Incredibly unfair. Loh… lha kok gitu sih bang ? lha iya to …. Lha wong kita itu setiap hari masih harus menjalani Proses itu kok..mau nggak mau kan… kecuali kita sudah game..nah hubungannya dengan persepsi tadi ?... hehehehe… lha ini yg aku mau sampaikan sama Sampeyan.

          Dalam hidup ini kita sering dihadapkan kepada sesuatu masalah yg kadang sulit sekali jalan keluarnya. Bahkan ada istilah “ seperti makan buah simalakama “, “ Dimakan bapak mati, nggak dimakan Ibu yg mati “. Pertanyaannya… apa seburuk itukah ketidak adilan hidup ini ? Mungkin iya… dan mungkin juga tidak… tergantung persepsi kita masing masing kok. Tergantung bagaimana kita mau menempatkan diri kita kok dalam menghadapi setiap persoalan yg datang.

                Semua itu tergantung bagaimana cara kita melihat permasalahan itu kok. Tergantung bagaimana kita harus merasakan permasalahan itu kok…. Loh … lha kok banyak sekali sih tergantungnya ? …. Hehehehehe lha iya to… lha Hidup ini satu ketergantungan kok. Coba fikir sendiri. ( kalau punya otak ya )

…..Kalau mau aman, ya nggak usah mengeluh, nggak usah sok gengsi, nggak usah tergantung kepada soal soal yg nggak penting. Syukuri aja apa yg ada dan jalani hidup ini sewajarnya, sesuai dengan Peran yg diamanahkan kepada kita. ( Kebanyakan orang paling takut , kalau dibilang “Kere “) hehehehe untungnya aku memang dari dulu sudah “Kere “, jadi ya kunikmati sajalah kekereanku… Yg penting, temen temenku yg Tajir Tajir, masih mau negor aku kalau ketemu dijalan atau bahkan ngasih beberapa batang rokok ke aku.

              Memetik satu Lagu Lama yg di populerkan oleh Achmad Albar
“ Dunia ini, panggung sandiwara, ceritanya mudah berubah… Kisah Mahabrata… atau tragedy dari Yunani…Setiap kita… dapat satu peranan… yg kita… harus mainkan …..ada peran wajar.. dan ada peran berpura pura…mengapa kita… bersandiwara… “ …

             Bagaimana dengan Ambisi ? … nggak salah kok….Ambisi itu manifestasi ego yg perlu kita drive kearah yg betul. Supaya ianya tidak memudaratkan diri kita sendiri dan orang lain. Supaya ambisi kita juga bisa terpenuhi tanpa mengorbankan orang lain…

         Mengakui kebodohan kita dan belajar lagi, itu juga bukan sesuatu yg memalukan kok. Kalau kita nggak tau, kita Tanya aja, … Kita nggak perlu sok tau, dan kita juga harus belajar untuk mendengar…nggak salah kok, walaupun di belakang nama anda berderet embel embel title yg kalau dilihat mampu menegangkan bulu roma. Nggak salah kok kalau kita Tanya sesuatu yg memang kita nggak tau

               Pernah satu hari, .. aku dan temen temen kos kosan mau masak ikan Lele. Celakanya, Ikan Lele itu nggak mati mati. Udah ku ketuk kepalanya pakai Martil ukuran Jumbo, tapi masih egol egol juga dia. Wah cilaka…kalau nggak mati mati… gimana nggorengnya ? … masak lelenya egol egol di dalam periuk ? hehehehe ….make it worse…salah satu lelenya lari ngesot dan masuk kebawah lemari dapur. Kebetulan pada saat itu, masuk tukang Gas mengantar tabung gas baru.

         Diapun melihat kepanikan kami dalam mengurusi si Lele yg bandel tadi, lalu bertanya, dan kamipun memperoleh jawaban yg sangat simple. Oalaaah Pak..kok susah susah pakai Martil to paaakkk…. Masukin aja lelenya semua di tas kresek…. Masukkan garam dua sendok disitu, terus di goyang plastiknya… pasti Ko’it lelenya. Dan ternyata bener…Padahal tiga diantara 4 orang yg sibuk didapur tadi, sarjana semua… nah loh ? …..dan aku sendiri, walaupun mendiang Bapakku tukang mancing, dia nggak pernah ngajarin aku cara membunuh Lele. ( hehehe kalau ku ingat, kami sepertinya kejem banget, mengetuk kepala lele itu dengan martil… iiiiihhhhhh… )

             Dan belajar juga nggak harus jauh jauh kok. Karena kadang kita dapat pelajaran yg sangat berharga dari persekitaran kita dan dengan cara yg sangat sederhana. Jadi kita bisa belajar melihat sesuatu yg kadang lepas dari pandangan kita. Hal hal kecil yg kita sering abaikan, kadang bisa membawa perubahan yg besar.
Demikian juga persekitaran kita sendiri merupakan tempat Study Banding yg sangat relevant untuk kita terus bisa belajar. Karena masing masing kita, sudahpun diberi porsi dan peran tertentu dalam kehidupan ini apapun bentuknya, yg kalau itu kita jalankan dengan baik, akan membawa kebaikan juga kepada kita, orang lain dan persekitaran kita.

Kita lihat dan cermati dulu… potensi potensi yg ada disekitar kita, atau bahkan yg pernah ada untuk bisa kita kembangkan. Dan saya percaya, dengan perencanaan yg matang, daya inovativ yg tinggi dan kesungguhan, saya yakin ianya akan jauh lebih baik, dan kadang bisa memberikan nilai komersial.

            Karena Potensi potensi itu, baik Individual ataupun Potensi potensi yg sifatnya lebih meluas, memang harus di cermati dengan perhatian yg lebih detail, supaya bisa kita kembangkan dan berguna.Tidak ada salahnya juga, yg pinter pinter dengan ikhlas berbagi Ilmu yg ada kepada org lain yg mungkin memerlukan. Atau menyumbangkan buah fikirannya kepada masyarakat. Supaya Persepsi kita terhadap kehidupan itu lebih Gamblang dan lebih mapan dan mendekati sempurna. ( Insyaallah ).

        Berbagi itu indah kok. Bahasa ndesonya itu “ Sharing “ gitu lho. Dan saya termasuk yg paling beruntung, karena punya banyak kawan yg pinter…. Mereka memang pandai. Dan titelnya nggak beli. Dan yg paling penting lagi, mereka sangat Humble dan nggak pelit ilmu, bernurani bening dan aku sangat sangat menghormati mereka. Sapaan mereka di telfon atau meskipun hanya sekedar sapaan melalui Alam Maya, itu sudah satu penghormatan bagiku, apalagi mereka mengundang aku untuk Wedangan Lesehan bersama, aku merasa kerdil sekali dihadapan mereka mereka.

             Mereka orang orang yg bisa ku bilang sukses, otaknya encer dan sifat sifat kenuranian mereka masih melekat. Aku merasa sangat bertuah, bahwa mereka masih menganggap aku, kawan mereka yg Goblog ini, sebagai sahabat. Tapi mungkin mereka juga Maklum, bahwa aku juga punya peran yg harus kumainkan, meskipun hanya sekedar sebagai Figuran.


M u m e t ? obatnya APC ( Aku Perlu C…. )


               Mumet….itu satu “ Statement “… yg sering kita dengar. Tapi Mumet setiap orang itu nggak sama. Kalau saya Mumet, …itu Cuma “satu” underan dan sebabnya. Karena nggak punya duit. Jelas. Obatnya gampang. Kasih aja saya gambar Soekarno-Hatta warna merah, hilang mumetnya. Karena dengan itu, permasalahan saya akan selesai. Saya bisa makan di warteg, bisa beli rokok ketengan, kopi segelas dan beli bensin untuk si Hitam bututku. Selesai permasalahannya. ..Iya to ?..dan seminggu kemudian, saya mumet lagi. Lha iya… lha wong di dompet saya tinggal gambar Patimura warna Biru kusem dan agak koyak di tepinya.

               lha kalau SBY yg mumet ? ya tentu lain jawabannya. Sebagian orang bilang.. lha iya… lha pak SBY kan mikir Negara. Hehehehehehe… yg suruh dia mikir Negara itu sopo ? … Negara kok difikirkan…ya mumet…yg harus difikirkan itu rakyatnya. Bukan Negaranya. Loh kan rakyat itu termasuk dalam Negara itu ? hehehehe teorinya seperti itu…prakteknya, rakyat itu nggak pernah dilibatkan dan nggak punya suara sama sekali di Negara yg sangat Demokratik ini. Sehingga sampai teriak teriak di depan Gedung gedung Pemerintah dengan cara Demonstrasi untuk menyuarakan kehendak mereka. Ironis memang. Negara kita di Puji dengan julukan Termasuk salah satu Negara yg Demokratis… hahahahahaha seperti nonton Opera Van Java di siang bolong.

               Lha terus peran Rakyatnya dimana ? ya Cuma waktu Pemilihan aja. Baik itu Pemilihan Presiden, Gubernur dan lain lain Pilihan termasuk Milih Lurah. Kalau isi amplopnya biru, ya kemungkinan menang itu besar, kalau isinya ungu… ya nanti dulu….. Lha acara seperti itu yg Mbiayai siapa ? Ya Negara. Artinya, duit Negara yg seharusnya bisa untuk membantu menyejahterakan rakyat, dipakai untuk acara Pesta Demokrasi tadi. Sampai sampai subsidi kita di potong, hak kita dipotong. ….Emang biayanya banyak bang ? … oalaaahhh… ya banyak banget… dan itu salah satu harga yg harus kita bayar untuk supaya di bilang org org bule sana, bahwa Negara Kita sudah Demokratis.

            Tapi coba Tanya diri kita masing masing, siapa yg mewakili kita di Dewan Perwakilan Rakyat ? ayoooo jawaaaabbbb….katanya pinter ?...jawabnya, …Kagak Jelas Bang… kagak ngerti bang…di Negara lain Jelas dan nyata, siapa yg mewakili rakyatnya di Dewan Yg Terhormat itu. ( terhormat, lha wong yg duduk disitu, semua pakai dasi dan jas yg necis, tunggangannya juga Alphard ).Jelas, Rapot seorang wakil rakyat itu bisa dilihat dari maju mundurnya kawasan, area atau daerah dan rakyat yg mereka wakili di Dewan Terhormat tersebut.

                 Mereka bilang… kami kan mewakili anda anda di dewan, jadi biarlah kami kami yg pergi ke Luar Negeri Study Banding mewakili anda... ( Study Banding ke Korea, satu umatpun nggak ada yg ngerti Bahasa Korea. Bahasa Inggris ? sekedar Yes dan No aja. ) Biar kami yg mewakili anda merasakan Enaknya naik Mobil Mewah, nginep di Hotel 5 bintang dan makan di Restaurant yg muahal… nanti aku certain deh rasanya gimana….hehehehehehe… itu yg mereka bilang. Celakanya, laporan Study Banding tadi apa ada ? kok mereka yg Study Banding ? kok bukan Teman teman kita dari Akademisi ? yg memang mewakili Bidang mereka masing masing secara arif dan faham bahasa serta Terminologi bidang mereka ?.... lha.. kan mereka bukan Wakil rakyat ? … ya udah… kalah aku…..meneng aku…

                  Yang mereka Wakili itu bukan rakyat, tapai Partai. Coba lihat dan fikir sendiri. Wakil rakyat itu yg menilai rapotnya siapa ? nggak ada… kalau kita ada duit untuk nyalon, pasti Partai tertentu akan sanggup menjagokan kita. Diluar syarat, kita ada otak apa nggak. Jadi nggak jarang, kita lihat, orang orang terhormat itu berkelahi sesaae mereka seperti layaknya preman.

            Dan anehnya…. Di Negara yg sangat Demokratis ini, calon bebas ( Independent candidate )nggak diperbolehkan bertanding. Loh kok bisa bang ? … katanya demokratis ?... ya Tanya saja sama yg buat undang undang Pemilu. Nah itulah kehebatan aturan Demokrasi Negara kita.

              Belum lama ini seorang Pemimpin Negara Adi Kuasa mengunjungi Indonesia. Dan tentu saja, dia juga jumpa Pak Beye, dan ngobrol… “ Pulang kampung neh “ hehehehe aku suka canda si Obama. Dan di Negaranya, mungkin istilah Demokratis ini lebih nyata dan koordinasinya lebih jelas, walaupun nggak sempurna banget. Dua partai Koalisi besar, Republican dan Democrat. Yup Cuma dua itu saja. Supaya jelas untuk menilai rapornya. Yg satu jadi Pemerintah, yg satunya lagi jadi Oposisi, yg menilai Pemerintah. </span>

          Di Indonesia, saking Demokratisnya, Partainya Buanyak Sekali… ada partai Gurem, ada partai Gajah Bengkak, ada partai Kutu, ada partai Mak Nyuss dan lain lain. Siapapun , asalkan punya duit dan punya ambisi, rame rame buat Partai. … Lha iya… lha wong Demokratis kok…Kalau mau jadi Anggota DPR juga harus minimal punya 100 juta ( itu kata saudaraku yg nyalon ). ( Kalau aku ada 100 juta, mendingan aku buat Warung Nasi, yg jelas acara makanku nggak bakal terancam). Ya ayo kita sama sama mumet. Hehehehehe… gitu aja kok repot.</span>

             Me and You and a dog name Boo 
       ISTIMEWA dan DEMOKRATIS dan Wajah yg sedikit Nylekutis dan Mangkel.

             Kalau nggak salah, aku dengar dari TV tetangga kemarin, Pak Beye tidak akan menyetujui soal “ Keistimewaan Daerah Istimewa Jogjakarta “. Dia keberatan, kalau Gubernur Jogja tidak melalui Pemilihan ala Pilkada. Katanya nggak Demokratis. Lha apa iya ? Katanya Jogjakarta menerapkan Politik Monarchy ? yg seperti apa itu kira kira ? aku sendiri nggak berapa ngerti, lha wong aku sama sekali nggak pernah belajar Politik.

           Salah seorang Anggota partai Demokrat yg diwawancarai TV local kemarin, dimintai pendapat tentang Statement Pak Beye soal Keistimewaan Jogjakarta. Dia dengan gaya seorang Politikus mumpuni menjawab : “ saya kira, apa yg diutarakan Pak Presiden itu beertujuan supaya ada standar Demokrasi di Negara kita , jadi seorang Gubernur itu harus dipilih oleh rakyatnya“. Standar Demokrasi itu yg bagaimana ?.. Keistimewaan Jogjakarta itu ( yg kebetulan kudengar dari obrolan di TV tetangga) berhubung erat dengan Fakta Sejarah dan juga salah satu pasal Undang Undang Dasar 45( that has been amended in 2004, if I’m not mistaken), yg juga dilandasi oleh beberapa fakta lain yg membuat Jogjakarta itu Istimewa didalam Daerah Hukum Ketata Negaraan NKRI.

               Sebagai orang yg nggak begitu pandai, aku Cuma tau, bahwa Jogjakarta itu Istimewa karena “ Manunggaling Kawula lan Gusti “, yang itu sudah menjadi landasan Kehidupan Sosial dan Kultural masyarakat Jogjakarta sejak dulu kala. Juga kesediaan Jogjakarta untuk menjadi Ibukota Indonesia, yg merupakan salah satu bentuk kerendahan hati seorang Sultan yg memimpin Jogjakarta. Dan mungkin secara historis masih ada lagi alasan alasan tertentu, kenapa Jogjkarta itu Istimewa. Dan setau aku, selama ini, keadaan itu nggak pernah jadi masalah. Statement Pak Beye itu, tentu meresahkan masyarakat Jogjakarta.

            Atau mungkin Pak Beye mengeluarkan statement seperti itu gara gara dia nggak mau dibilang nggak demokratis setelah bertemu dengan Obama ?
             Kalau mau Standarisasi, ya semua bentuk bentuk kekhususan dan keistimewaan di seluruh Indonesia harus di Hapus. Termasuk aturan aturan Khusus di Aceh, di Papua dan di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta, dimana, Walikotanya nggak dipilih oleh rakyat. Di Aceh dan Papua ada aturan khusus tentang ini dan itu dan juga kepartaian dan sebagainya. Hapus saja semua. Nggak usah ada double standard. Baik secara Politis ataupun Kulturis.

                   Begitu besarkah Demokrasi itu di mata SBY ? begitu pentingkah satu pemilihan yg akan menghilangkan satu Historis yg panjang ? Begitu Dahsyatkah Peranan si Demokrasi ini untuk kemajuan Negara ? Untuk persatuan Negara ? untuk kesejahteraan rakyatnya ? Apakah dengan menjadi lebih Demokratis itu, rakyatnya akan lebih sejahtera dan maju ? Apakah dengan menjadi lebih Demokratis, terus lapangan pekerjaan berlimpah limpah ? Mungkin memang kita harus lebih banyak belajar tentang Hal yg satu ini, tanpa harus memaksakan kaidah kaidah tertentu, yg belum tentu sesuai dipakai di Negara kita. Kita perlu rumusan yg lebih baik, yg lebih cocok, tidak memakan biaya yg banyak, tidak harus melibatkan Politik Uang dan tanpa harus menghilangkan Sifat serta Semangat Demokrasi itu sendiri.

                   Aku juga nggak pernah menyalahkan sebagian orang yg menjadi GOLPUT. Menjadi “apatis” dengan sistim dankeadaan yg lebih Demokratis, yg akhirnya tidak menjamin apa apa, kecuali suatu bentuk Kebebasan yg sebetulnya ikut andil dalam proses “Self Distruction “ Bangsa yg besar ini. Kecuali, kita segera melakukan satu terobosan Perubahan Besar, dengan garis Norma Norma Demokrasi yg bijak dan terarah. Bukan sekedar menjalankan Pemilihan Umum disemua peringkat, Dari Presiden, Anggota Legislatif, sampai Lurah, terus kita menganggap diri kita sudah Demokratis. ….Mbelgedeees.

               Dan mereka mengutuk Golput. Lha kok bisa ? Lha iya, mereka bilang, Golput nggak Demokratis. Apa iya ? Memilih itu    Hak kita. .....Bukan Kewajiban kita. … Iya kalau ada calon yg kita suka, kalau enggak ? … Itu kan sama saja dengan Kita disuruh memilih seorang Istri, atau suami, dari 12 kandidat, yg kesemuanya Mrongos… kalau aku ya pilih jadi Golput aja deh…. Dari pada ngotot memilih, tapi masih dapat yg mrongos ? kan celaka 12 itu namanya. Udahlah kita nggak Ngganteng.. dapet istri mrongos, apa nggak anak kita jadi Gendruwo ? itu contoh ya...yg merasa mrongos nggak usah sakit hati….kita mempunyai Hak untuk memilih ataupun tidak. … itu hak kita. ( Kita juga mempunyai hak untuk Mrongos kok )

                Dan Demokrasi yg kita anut sekarang, sepertinya justru memakan kita sendiri. Memecah belahkan Rasa Kebangsaan kita. Membuat orang menjadi semau gue. Dan yg paling jelas, Demokrasi ala reformasi kita ini, sepertinya telah membuat Koordinasi Nasional menjadi Pincang, tidak lancer dan kalang kabut. Sehingga koordinasi antara Pusat dan Daerah menjadi semakin Pincang. …lohhh.. alasannya bang ? … lha kalau Presidennya Demokrat,.. Gubernurnya PDIP atau partai lain, Sedangkan Bupatinya dari partai lain lagi, apa mereka itu akan mempunya Sinergy Koordinasi yg bagus ? Kebijakan Pusat dan Daerah apa bisa terkoordinasi dengan baik ? Sementara Rakyatnya terombang ambing nggak tau mau kemana. Karena dari Bupati sampai Lurahnya Dari Partai yg berlaianan, dan punya agenda yg tidak sama. Sedangkan Wakil mereka di DPR juga nggak jelas.

                    So Much for Democracy. So much for being called the Thinking General. I’m pissed bro…sekali lagi, nggak semua orang Pinter bisa dan mampu untuk memimpin. Seorang Pemimpin harus dekat dengan rakyat. Seorang Pemimpin harus sensitive dengan Kultur dan keaneka ragaman serta kemajemukan Budaya Rakyat dan daerahnya. Seorang Pemimpin juga harus “Tegas” dan mempunyai instic serta kemampuan untuk Koordinasi dengan baik. Seorang Pemimpin harus faham dan mengerti kemana rakyat dan Negaranya akan dibawa.Seorang Pemimpin harus cepat dan cermat dalam mengambil setiap keputusan. Seorang pemimpin juga harus “rela” merendahkan dirinya untuk bertanya dan mendengar.</span>
<span>Kalau dia punya sifat “ Rela “ untuk merendahkan diri, tentu , sewaktu Beliau datang ke Jogjakarta untuk menjenguk Pengungsi Merapi, apa salahnya, beliau bertemu dan derdiskusi dengan Gunernur Jogjakarta , atau bertanya dan mendengar dari rakyat sendiri disitu. Sebelum tiba tiba mengeluarkan Statement yg kurang bijaksana, dengan mengatasnamakan Demokrasi.</span>

                    Dia itu disuruh memimpin, bukan berfikir. Yg berfikir kan udah banyak. Ada Menteri menteri yg semuanya Pinter pinter ( paling tidak pinter berpolitik ), ada juga Pembantu Khusus Presiden, yg kerjanya ya itu tadi, membantu Presiden untuk berfikir Berfikir.

                     Lha terus… pak SBY ngapain aja, kalau semua udah dikerjain orang lain ? Ya seharusnya, dia memimpin org org yg mampu berfikir itu tadi. … Lha memimpin itu apa ? pertanyaan yg bagus…. Kata “ Pimpin “ dalam Bahasa Melayu, adalah “to guide and lead “menggandeng dan menunjukkan arah. Itu memimpin. Nah, kalau seorang pemimpin itu Bingung ? waaaaahhh…. Ya jadi nggak karuan arah tujuan yg dipimpinnya. Bisa masuk ke jurang. Tapi….saya kira pak SBY tidak seperti itu. Lha wong dia sendiri orangnya pinter, bahkan di juluki “ The Thinking General “. Pangkatnya juga ada Doktor di situ, jadi nggak main main. Dia pasti pinter… lha iya…

              Apa semua orang yg pinter itu bisa memimpin ? hehehehehe belum tentu…sama kasusnya seperti… “bukan semua orang pandai itu bisa mengajar”. Bukan semua burung itu bisa terbang.</span>
<span>Menjadi Pinter aja… ternyata nggak cukup. Bangsa ini nggak cukup kalau Cuma Jadi Bangsa yg pinter. Masih banyak lagi elemen elemen tertentu yg harus dipunyai untuk sesebuah bangsa itu bisa maju. Bukan hanya Pinter doank. Di Indonesia ini, wong Pinter itu, buanyak sekali. Apa Indonesia sudah maju ? ya belum….

                 Tepuk Dada, Tanya selera. 



No comments:

Post a Comment