Sore itu, matahari udah mulai condong ke Barat. Jalanan masih basah, dan gerimis pun belum reda sama sekali. Ake berhenti di Lampu Merah Kota Piyungan dari arah Prambanan. Jam waktu itu menunjukkan pukul 16.42 sore.
Sambil sebentar sebentar aku menghindari tempias gerimis yg menerpa kaca helemku, akupun membelokkan motor ke kiri, ke arah Wonosari, kota kecil tempat dimana aku dilahirkan.
Jalanan kelihatan sepi, .... hanya satu atau dua kendaraan yg kulewati...jalan menanjak yg berliku itu... sepertinya sudah lama tidak kulalui. Ada beberapa perubahan disitu,... yg pasti, jembatan di tanjakan itu sudah lebar sekali sekarang...
Sesaat kemudian, akupun sampai di area Argo Dumilah ( That's what the place used to call when I was a small boy back then ),...sekarang sepertinya sudah banyak sekali berubah... , ...penuh dengan restoran yg menawarkan pemandangan dari atas untuk melihat pemandangan hamparan sawah dan bukit bukit hijau di waktu siang,.. atau gemerlap kota Jogja di malam hari, atau bahkan menikmati pemandangan yg indah sebagai " Look Out Point" nya,..yg di bangun dengan Konstruksi yg terkesan apa adanya...tanpa memperhatikan kekuatan struktur yg menopang beban bangunan dan beban yg akan ditanggung...
Tapi itulah..Argo Dumilah yg sekarang,...dan aku yakin,..pemerintah Daerah tidak akan mempertanyakan itu semua,... karena belum ada kejadian yg menimpa,... seperti tanah longsor atau bangunan di lereng jurang itu yg ambruk dan memakan korban..dan aku tidak akan membayangkan yg kurang baik akan terjadi,... semoga semuanya baik baik saja..
Banyak macam ragam makanan ditawarkasn di situ,... dari pecel Lelel, tongseng , gule dan sate lengkap,... sampai Spaghetti.... ( aku bergumam,... lha Spaghetti opo ? neng kene iki ).
Ada yg menamakan tempat itu " Bukit Bintang "... agak tercengang juga aku... karena “Bukit Bintang” yg ku tau jauh sekali di Kuala Lumpur.
Gerimis sudahpun reda,... gelas kopiku juga tinggal ampas kopi yg " Nyethek ",( it's too bitter )...akupun segera berlalu dari situ dengan segudang pertanyaan masih membuku di kepalaku.
Perubahan...mungkin itu kata yg tepat untuk di Gunakan, sebagai kata ungkapan untuk itu. Jalan tikungan sebelum sampai Pekan Patuk, juga sudah lebar... lebar sekali bahkan..masih segar diingatanku,... setiap aku lewat disitu dulu, menumpang Bis Djangkar Bumi, atau Muncul Baru atau Asri... aku selalu memegangi perutku, menahan mual.... Yup... kampung banget ... kuakui... aku org udik...yg kalau naik kendaraan mabuk... ( sebagian temenku bilang... aku memang nggak berbakat untuk jadi "Ndoro" )... dan mereka mungkin benar.... kodratku memang cuma sebagai seorang "Kacung"...
Di Patuk aku berhenti serbentar,..beli “rokok ketengan” untuk sekedar mengusir rasa sejuk di tangan... dan melanjutkan perjalanan pelan pelan sambil menikmati rokok ketenganku yg terasa nikmat sekali...
Setelah aku melewati Patuk... segera terlihat sawah sawah yg hijau dan segar terpampang di kedua belah jalan. ..Dan aku sudah mulai merasakan suasana kampung dan tentu saja...sudah mulai merasakan,.. bahwa aku sudah hampir sampai ke kampung halamanku......udah ada bau bau "Gapleknya" kata org Kota....
Setelah melewati Putat, yg sekarang di penuhi dengan pedagang Buah dan oleh oleh di pinggir jalan,... walaupun aku agak kecewa,... ternyata oleh oleh yg di jual disitu , kebanyakan barang Import dari luar daerah, seperti Klaten, dan lain lain..... aku sempet bertanya dalam hati, ... kok nggak ada yg jual Gethuk,..Thiwul Manis, atau Cemplon dan sebagainya.... Kebanyakan barang yg dijual Buah buahan dan ada juga Kripik telo, Balung Kethek ( manggleng ),.. salak Pondoh ( Loh ? ) ,...nggak ada yg jual Tape Singkong atau apa apa makanan yg banyak berbasis dari Ubi Kayu atau Ketela. Aneh,...kemana oleh oleh Khas yg berbau singkong ?....atau mungkin, Ikan Asin hasil laut selatan ?.. fikirku... Daerah penghasil Singkong,... kok nggak ada oleh oleh dari Singkong ? .... akupun sudah sampai ke Sambi Pitu....pertigaan yg begitu khas...simpang yg kalau ke kiri menuju ke nglipar..
Begitu aku melewati ngGading,...aku sudah tersenyum lebar...hehehehe... tinggal tujuh Kilometer lagi sampai kampungku....tiba tiba, fikiranku berubah...dari lampu merah kantor Polisi ngGading,..aku belokkan motor ke kanan... menuju arah mBanaran...walaupun hari sudah menjelang senja.....rasa ingin tahuku kental sekali... sudah seperti apa "Wanagama" sekarang ?...setelah beberapa menit, .. akupun sampai di Wanagama...sudah berubah memang...
Mbanaran juga sudah berubah...sudah sulit sekali ku temui rumah dengan dinding “Gedheg “,.. hampir tidak ada.. di sepanjang jalan juga sudah seperti pekan kecil...ah.. waktu ternyata cepat sekali berlalu...
Dulu aku sering kesitu... salah satu Saudara menjadi Guru di mBanaran... dan dapat Jodoh orang Asli mBanaran yg cantik jelita... yg sekarang bahkan sudah punya cucu.... hehehehehe... waktu berjalan dengan cepat ternyata... aku keliling sebentar...yg ternyata memang banyak perubahan disana.... setelah puas...akupun memacu motor bututku ke arah Wonosari....rasanya udah nggak tahan aku pingin makan” Tongseng”,... atau sekedar " Sego Gule " kegemaranku.
Tepat Jam 17.15,... aku "touch down" di kota kelahiranku tercinta. Tempat persinggahan pertama, kiosnya Lek Sogimin... nyari rokok...kemudian aku pergi cari " Sego Gule " untuk mengisi perutku yg dari tadi minta diisi....
PENDOPO..PASAR ARGOSARI..SATE KLATHAK dan " CAFE PERCO "..
Setelah puas mengisi perutku dengan “Sego Gule”, akupun segera meluncur menuju Gubug tempat tinggalku yg kelihatan semakin usang dan reot.... tapi disitulah aku dibesarkan... disitulah aku memulai karirku sebagai manusia..dan disitulah juga aku banyak belajar tentang kehidupan...
Jalan Kenanga, ... sepi... bahkan kesannya lebih mirip seperti seperti layaknya sebuah "Gang". Ini dikarenakan tembok Panjang " Pendopo Sewoko Projo " yg menutupi hampir setengah dari jalan itu,... dan membuat Jalan Kenanga berubah seperti Gang kecil, sepi dan suram.... Tembok itu perwujudan Nyata "Kesombongan" Aparat yg juntrungnya nggak begitu jelas... Katanya... "Manunggal dengan Rakyat ?" ( Begitulah janji janji kampanye selalunya berbunyi ).... mungkin tembok itu merupakan " Pengejawantahan Kemanunggalan Penguasa dengan rakyat ",...
Aku kecewa sekali melihat pemandangan itu...bener bener Kecewa sekali...Apa ini yg di terjemahkan dengan Manunggal oleh para Penggede ?... aku mulai bertanya,.. Jaman Bupati yg mana yg begitu “Jumawa” membetengi Pendopo dan pekarangannya ? dan sekali lagi,... rakyat Jelata di buat nggak berkutik dengan Kebijaksanaan yg cukup kata orang Perancis : “ Trukbyangane” itu ....lha iya... kita kan Cuma rakyat... rakyat kecil...golongan Kacung..
Sewaktu kecil dulu... pendopo itulah tempat kami bermain...siang maupun malam....di depan Pendopo itulah"Play Ground" kami sewaktu kecil... dilapangan Tenis itulah kami belajar main Tenis...sekarang ? .. hanya org org tertentu yg punya status...dan dulu,.. siapapun boleh lewat, singgah dan bahkan bermain disitu...sekarang ?... mau memijak tempat itu pun... kita harus laporan ke Satpam.... itu demi memenuhi aturan Birokrasi mbelgedes yg nggak jelas...Temboknya megah sekali... sampai mengesampingkan " Mata Rakyat " yg tinggal disitu,... seolah olah mengatakan " Rakyat Kecil nggak penting.. tidak punya hak untuk Menatap Pendopo yg megah, Lambang kekuasaan ".... itulah kesan yg timbul dibenakku....Angkuh sekali....ya Arogan sekali.....itulah hasil "DEMOKRASI " ...hahahahaha...ironis banget memang...Sebuah Negara " Republic " yg bahkan nggak pernah Go Public malah "Gone far from Public "... tapi itulah kenyataannya.
Setelah mandi...malam itu aku jalan jalan ke Pasar Argosari...aku berjalan "Mlipir " ( bhs Indonesianya gak tau )... melalui emperan kios kios dan warung makan di belakang "Bekas Stanplat" ( Terminal lama )...melewati, sekali lagi Kios Lek Sogimin...
Di malam hari... di depan Pasar Argosari memang rame sekali...orang berjualan makanan...dan juga mulai di penuhi dengan "Cafe Perco" yaitu tempat tempat Lesehan di Emper Toko... dari Bakmi Goreng, Gule,..Gudeg..sampai cafenya "mBedher, the one and only ". Wonosari memang surga makanan.
Akupun melangkahkan kakiku , masuk ke dalam Pasar....dan agak terkejut...memang sudah berubah sekali...dulu... begitu masuk gerbang Pasar... turun tangga dan Ke Kiri... aku sudah sampai di Cafe nya Kang Wario yg Famous banget itu....dan di mulut gerbang pasar,... dulu.. banyak org jualan Ayam Goreng... ( dan selalunya,.. kami cuma mampu beli Ceker dan Kepalanya saja ).... akupun masuk terus dan tembus ke belakang...belok kiri,... menuju Jalan Sumarwi....teringin sekali aku makan sate Klathak di situ...dulu disitu ada " Toko Murah " dan anaknya satu kelas dengan aku.... akupun duduk mesen sate "Klathak ".
Setelah duduk dan mesen minuman,...tukang satenya tanya aku,... aku ini org mana ? kok dia nggak pernah lihat aku selama ini...setelah kujawab, aku orang asli Wonosari... dari Purbosari... dia agak kelihatan tercengang...iya ... kujelaskan lagi... aku memang org asli Purbosari....si Tukang Sate balik nanya.. " Sebelah mana Purbosarinya mas ? " aku jawab : " Kulo Wetan Pendopo Kabupaten kang ( Sebelah Timur Pendopo ) "... diapun menimpali: " Berarti rumah nJenengan itu di belakangnya rumah Bu Bupati ya mas ? " .... sekarang aku yg bingung... " Lha Bupatinya sekarang siapa to Kang ?"... dia menukas dengan cepat : " Weeeh ... lha .. sekarang Bupatinya Itu Bu Badingah kok ya mas,.." aku menimpali : " Bu Badingah nya Mas Wito Candi Putra itu ya kang ? “ ... : “ iya mas..”..
Aku jadi inget Mas Wito,...orang kaya yg baik hati...insan yg bermata Teduh...insan yg murah senyum..aku juga inget..dulu sewaktu dia masih suka main Basket dengan “Team Asri”,..yah dulu kala banget..anganku kembali ke 35 taun yg lalu,... aku masih SMA waktu itu ( Masih Imut hehehehehe ),..dan di Candi Putra itulah aku pertamakali kenal permainan yg namanya “Billiard”, yg menjadi salah satu permainan kegemaranku, yup pertama kali aku kenal yg namanya “Que “, atau lebih populer di kampungku dengan sebutan “Setik” artinya, kayu panjang (stick) untuk menyodhok Bola Billiard,...meski aku nggak begitu bagus di urusan Billiard ini. Dan kalau nggak salah,... dulu Candi Putra juga ada Foto Studionya...yg jaga mas siapa aku lupa namanya,.. dia kurus... ada kumis dan jenggotnya,.. rambutnya panjang,.. pakai kacamata tebel...
Disitulah aku dulu sering menunggu berjam jam, hanya untuk bisa main, karena memang yg ngantri untuk main banyak sekali,.. bapak bapak terutamanya...dan sering aku juga denger sentingan sentingan bapak bapak yg ada disitu,..mereka main Billiard sambil memandang “Baby Sitter”nya Mbak Bading yg cakep dan bahenol itu... yup..aku masih inget namanya Mbak Mur..hehehe aku sendiri heran kok aku masih inget namanya ya?...
Setelah menghabiskan sate klathak dan tongsengku ( 4 hari nggak makan, jadi mBladhoque ) dan seteko Teh Poci,.. akupun berjalan pelan pelan menyusuri Jalan Sumarwi yg sekarang penuh dengan Toko Toko, Swalayan dan Restoran kecil, Indomaret, toko Pulsa, Salon dan bahkan Warnet..atau Cyber Cafe...tapi dibenakku masih tetap terbayang Lanscape Jl Soemarwi ketika aku masih imut dulu. ( Imut gitu loh )
Di sebelah kiriku, dulu ada Toko Onderdil yg aku lupa namanya, terus di perempatan kecil situ, ada Toko Murah, yg anaknya Lany temen sekelasku di sekolah, yg di sebelah kanannya, ada pohon Sawo besar..jalan masuk ke Rumah Pak Djoko Sarjono, guru SMA dulu...dan aku akan sampai di sebelah kiriku rumah Pochan dan Pogan, yg kabarnya jadi Polisi sekarang...beberapa langkah kemudian,... aku akan rumah Pak Lurah,.. mbak Wati... dan temenku masa kecil Naning...di sebelah kanannya...Kompleks Djangkar Bumi,..rumah Pak Agus dan Mbak Endang Pramugari ( Pramugari Pertama dari Wonosari ) yg Putrinya ( Petsy ? er..lupa aku namanya ) sekarang di Washington DC jadi org penting disana... dan aku merasa bangga dengan prestasinya itu...kemudian...
Rumah Mas Bimono yg juga temenku main basket di SMA, dengan Trail kuningnya ( yg pada akhirnya aku beli motor yg sama sewaktu kuliah, karena kepingin banget )...orang yg selama kami berkawan nggak pernah marah...dan aku masih sering berjumpa dengan dia kalau pulang kampung...ngumpul.. wedangan..dan adik adiknya serta kakaknya juga sudah jadi org sukses di Jakarta, ada yg jadi Lawyer ( Mas Ari ) dan Pejabat tinggi ( mbak Beni )... sekali lagi aku ikut bangga dan seneng... Juga Rumah Mas Chomak,..org yg selalu Ceria,.. dan Mas Edy Prakosa temen sekolahku yg pinter main Sepak Bola, dan adiknya yg selalu Kucir dua, dik Yuli...yg Kini di Palembang...
Setelah rumah Pak Lurah dan tepat di depan Djangkar Bumi,...lha ini... hahahaha rumah Pak Suro Kenthong...( Cowboy Wonosari pertama)...yup Cowboy Wonosari... karena dia selalu naik Kuda kalau keluar rumah...inilah Cowboy yg selalu aku gangguin sewaktu aku remaja...karena dia paling benci kalau org nambahin nama di belakang namanya dengan “Kenthong”, yg sejarahnya.. aku juga gak begitu tau... tempat itu sekarang sudah jadi Toko Swalayan....
Terus kulangkahkan kakiku melewati rumah Pak Han ( pak Anto Triharyanto ) guru Olah Raga semasa aku SMP dulu...setelah itu,... dulu ada Salon disitu...
Aku meneruskan perjalanan melewati Sekolah Bopkri dan Rumah Mas Wisnu dan rumah bu Kanjeng,...yg putranya banyak mengajari aku bermain musik, Mas Indradi, musisi Wonosari pertama yg menembus dapur rekaman di Jakarta...aku sangat menghormati dan mengaguminya...
Akupun berhenti di Taman Bunga...( Yg bunganya sudah tidak ada ), tapi sekarang sudah tidak berupa Taman lagi, tapi lebih kepada sebuah Bundaran ( Roundabout )...salah satu tempat bermain kami dulu....
Kutelfon temen bermainku, yg juga temen dekatku, temen bermain, yg sekarang jadi tentara,... Den Bagus Banu... yg sering ku panggil dengan sebutan “ nDan” untuk Komandan.. dan dia sering marah kalau kupanggil gitu...dia masih seperti dulu...dan aku sering ngungsi tidur dirumahnya dulu...dan aku banyak belajar main Gitar sama dia...permainannya apik banget...dan sewaktu sekolah... tulisan tangannya... buagus banget...yah... kami sering nakal bersama dulu... “ mBeling” kata org kampungku... yg artinya Nakal...
Dan kalau sekarang aku disuruh main Billiard lawan dia... jelas aku nggak ada apa apanya...bagus sekali permainannya....
Segera kami ngobrol ngalor ngidul,... yg diteruskan di Pos Kamling deket rumahnya... yg memang tempat aku nongkrong, kalau aku lagi pulang kampung...dan lepas tengah malam,... kami sambung obrolan kami di tempat “ mBedher Cafe Perco” setelah telfon temen temen SMA yg lain, ngobrol sampai jam 4 pagi.
Malam itu,..ada Bambang Riyanto yg otaknya encer dan temen main basket, ada Purnamajaya yg juga pinter dan sekarang jadi kepala PU, ada Mas Bimono, ada Nur Trisnadi yg main basketnya bagus banget...lengkap sekali malam itu... bernostalgia....
Jalan yg berliku dan Pantai tempatku bermain
Pagi itu,..semuanya kelihatan indah... mentari tersenyum ramah...dan bunyi burung Beo di belakang rumahku membuatku tersenyum sendiri... yah sendiri... karena memang sudah tidak ada orang yg tinggal dirumah usangku itu...
Kubuka pintu rumah sembari mengeluarkan motor bututku...orang sudah mulai lalu lalang di depan rumahku...terutama orang orang yg mau pergi dan pulang dari pasar...karena memang jalan di depan rumahku termasuk jalan sibuk....belum ada perubahan...jalannya masih kecil...aspalnya sudah banyak berlubang....
Setelah mandi ( kebetulan inget mau mandi ),.. akupun memanaskan motorku untuk satu perjalanan yg agak jauh...aku pingin ke kampung nenekku di dekat Segoro Kidul sana...
Cuaca pagi itu cukup enak... nggak begitu panas...ku lirik jam tanganku yg tak bermerek itu menunjukkan pukul 8.00 pagi..sebetulnya perutku agak lapar... tapi sengaja aku nggak cari makan di dekat rumahku,... karena niatku memang aku pingin sarapan di jalan sambil bernostalgia...
Kampung demi kampung kulalui..Nitikan..Mijahan... dan akhirnya aku masuk Pekan “Munggi”,...masih seperti dulu... rame sekali..memang Munggi terkenala sebagai Pekan Saudagar..terutama Polowijo... dan cari warung untuk sarapan,... karena.. dulu.. di Pekan Munggi inilah.. kami biasa berhenti dan Wedangan di pasarnya...karena memang kendaraan pada waktu itu, Cuma sampai disini, kecualai hari hari Pasaran tertentu.
akupun meneruskan perjalanan... sampai Pekan kecil “Bedoyo “ namanya ( konon,.. disinilah asalnya tarian Bedoyo Kraton yg terkenal itu )...akupun berhenti disitu...diantara dua telaga... yg hanya kelihatan sewaktu musim hujan...berenti untuk menikmati pemandangan disitu...sambil mengisap rokokku dalam dalam..kenangan masa kecilku kembali terngiang...aku sering sekali melewati jalan ini.....
Angin bertiup lembut diantara bukit bukit yg sekarang hijau itu...sekawanan burung hinggap siantara bebatuan untuk minum di telaga...beberapa petanai turun bukit sambil memikul keranjang kosong agar nanti bisa diisi dedaunan untuk makanan ternak mereka...anaknya mengikuti dari belakang, lugu..,tanpa alas kaki,.. memandangiku sejenak dan berlalu.. memegang pecut dibelakang sapi sapinya menghalau untuk dibawa kebukit meragut rumput disana.
Beberapa perempuan nampak “Chit Chat “ di sumur pinggir telaga,... ada yg lagi nyuci... ada yg memenuhi jerigen dan tempat air dari gerabah menyerupai Kendhil itu, untuk dibawa pulang. Beberapa anak gadis kecil berlari turun, meniti bebatuan di kaki bukit, mengikuti langkah ibu mereka ke telaga.... ah..pemandangan yg memang sudah lama sekali tidak kusaksikan...bersahaja sekali... penuhdengan....kesyukuran...kesederhanaan..tanpa keluhan dan tak terlihat sedikitpun di wajah dan mata mereka..sifat sifat ke egoan kota yg selama ini ku santap hampir setiap hari...tenang..adem..sejuk dan tanpa kusadari aku mengucap syukur..:” Terima kasih ya Tuhan.. karena masih Kau izinkan aku untuk menyaksikan ini semua, yg membuatku terus bersyukur ... “. Ternyata,.. aku masih di beri kesempatan untuk menatap wajah wajah manis, lugu,..tanpa kepura puraan,.. tanpa keculasan,.. tanpa ketamakan...dan ku anggap itu sebagai anugerah...
Hembusan terakhir asap rokokku mengantarku untuk kembali memacu motor bututku,..melalui jalan jalan yg hanya sedikit perubahan kulihat disitu...hanya ada satu Landmark baru disitu... sebuah pabrik yg sepertinya mengolah Batu Lintang untuk bahan kaca,.. kata penduduk setempat....
Gereja kecil di atas tanjakan itu menandakan bahwa aku akan segera sampai ke Pekan “mBaran” , kampung Ayahku... kampung nenekku..
Beberapa menit kemudian, akupun sampai di pekan mBaran,..dengan pasarnya yg agak jauh lebih besar... tapi suasananya tidak banyak berubah dibanding 35 taun yg lalu...Cuma jalannya, sekarang aspal mulus...aku berhenti sejenak, di rumah yg dulu adalah rumah nenekku, yg sekarang di tempati sepupuku yg menjadi anggota Dewan,... aku Cuma berhenti sebentar..ternyata, tidak ada org di rumah...kalau dulu... aku terus saja masuk rumah itu...dan cari minuman atau makanan sendiri... iya...itu dulu...
Sekarang..sayang sekali...aku tidak bisa melakukan itu... karena sudah bukan rumah nenekku...yg sebetulnya...terus terang.. aku kehilangan tempat untuk berteduh di Pekan mBaran ini....aku sudah tidak punya rumah persinggahan lagi... rumah nenekku sekarang sudah jadi rumah besar yg megah..rumah seorang Wakil Rakyat..yg aku sebetulnya takut mau masuk rumah itu...tidak sebebas dulu...semauku mau masuk dan keluar..atau aku mau nginep dan tidur disitu...aku sejenak merasa agak sedih dan merasa kehilangan sebagian dari masa kecilku....dan sejak itu... aku memang nggak pernah lagi Stay Over night... atau nginep di pekan itu...memang saudaraku masih disitu... tapi ..sudah nggak sama...aku jadi merasa diperlakukan seperti tamu.... dan aku merasa jengah dengan keadaan itu....kalau ada losmen...pingin rasanya aku stay overnight di pekan itu...
Akupun meneruskan perjalananku..hingga di pertigaan yg titandai oleh sebuah Pohon Beringin yg usianya sama dengan usia almarhum nenekku mungkin...jalan yg kekiri merupakan jalan ke arah timur Pracimantoro dan terus ke Wonogiri....sedangkan tujuanku terus ke selatan ke Njepitu....
Dalam perjalanan menuju keselatan,...banyak sekali perubahan..terutama rumah rumah penduduk, yg sekarang kelihatan mentereng... dengan tiang, pintu dan jendela dari kayu Jati,... yg memang hasil dari kebun mereka sendiri... dimana sepanjang jalan...berjajar tanaman Pohon Jati....aku tersenyum... sekali lagi.. aku merasa senang dan gembaira dengan perubahan ini...
Kupacu motorku agak cepat... karena jalan memang sepi...dua puluh menit kemuadian... aku sudah sampai pertigaan pekan nJepitu...segera..kubelokkan motorku ke arah selatan menuju Pantai Wedi Ombo...
Melenggang di jalanan yg mulus itu,... sampailah aku di bukit.. tepat diatas Pantai Wedi Ombo ( Wide Sand Beach )....aku buka helemku yg berbau seperti kaos kaki itu...untuk menikmati angin kencang yg bertiup dan suara deburan ombak laut selatan yg terdengar seperti Symphoni alam itu...
Aku berdiri memandang teluk... dan garis pantai...yg belum banyak berubah... kecuali Villa... atau lebih tepat ku sebut rumah kecil di pinggir pantai itu....sementara..derit rumpun bambu yg di terpa angin di belakangku memberikan kesan percussive menimpali debur ombak... yg sekali sekali masih terdengar suara “Sendaren” dari beberapa “Kitiran” atau baling baling bambu yg di pasang diatas bukit, yg kedengaran seperti suara Picolo Flute itu.
Kuluruskan sebatang rokokku yg agak bengkok karena bungkusnya terhimpit di celana Jean Loakan yg sudah kupakai lebih seminggu itu...ku ambil Zippo kuningan yg warnanya sudah pudar itu...denting Zippo dan suara sedotanku, meningkah symphoni alam diatas Bukit yg memagari Pantai Wedi Ombo...
Tepat di kiriku...ada sebuah warung, yg sejak kapan warung itu exist disitu.... aku juga nggak pasti... yg pasti....aku bisa minta segelas kopi hitam..sebagai teman rokokku....
Jauh didalam sana... adalah rumah Uwakku...wak Rachim...dari jauh nampak... pintu rumahnya terbuka lebar...sayup sayup kedengaran suara radio dengan nada “Uyon Uyon” mengusik telingaku... Kutinggalkan motorku di depan warung tadi... sambil masih memegang cangkir kopi ditangan kiri dan rokok ditangan kananku,... aku mulai berjalan masuk kedalam..ke arah suara “Uyon Uyon” tadi, (Uyon Uyon : Javanese Classical music ) .....akupun segera berteriak: “ Kulo nuwuuuuun “ ... dengan lantangnya...sambil tanpa kusadari aku sudah masuk kedalam rumah, masih sambil teriak : “ Kulo Nuwun “.... : ‘ Anybody home ? “....nggak ada yg menyahut...aku terus bergerilya didalam rumah... sampai di belakang rumah dekat kandang sapi...masih nggak ada jawaban... ternyata... nggak ada orang disitu.....kosong... pintunya terbuka...radionya hidup...lhaaaa. orangnya pada kemana ini ?.... masih sambil teriak “ Anybody home”... aku melangkah keluar dari rumah itu.... menuju warung kopi tadi....
Kutanyakan kepada penjaga warung.. dimana orang yg punya rumah ?... dia bilang : “ Tadi ada disini... belum lama... minum kopi...malah itu kan motornya masih disitu... mungkin dia turun ke Pantai melihat perangkap Lobsternya.. “ katanya yakin.
Perlahan tapi pasti,... kuturuni tangga beton menuju Pantai..yg dulu biasa kusambangi sewaktu aku masih kecil... tentu saja... tangga beton dan jalan aspal belum wujud waktu itu...
Aku terpaku sejenak memandangi Jungkung ( small fishing ) yg bergerak naik turun diterpa ombak di kejauhan...aku berdiri dibawah pohon Ketapang tua...tepat ditengah garis pantai...ada Papan Tanda.. dilarang berenang disitu...ada beberapa rumah...seperti layaknya Villa...aku sendirian disitu...tak seorang makhlukpun kujumpa disitu...
Di sebelah kiriku,..terjorok teluk Wedi ombo yg tetap tegar menahan gempuran ombak bertahun tahun...batu Limas diujung teluk itu masih disitu...suara deburan ombak semakin kuat terdengar disitu...aku melangkah ke depan dan duduk di atas karang tua di tepi pantai..sambil merenungkan masa kecilku..hamparan Pasir Putih.. seperti hamparan Mutiara yg di pendar oleh cahaya matahari....di sebelah kanan dekat tumpukan rumpun batu besar itu... aku dulu Camping dengan beberapa teman..ada Banu... ada Purnamajaya...ada Dewo nya pak Projo Saputro... ada Ridwan ade..temen sekelasku di SMP yg sekarang jadi pelaut itu....
Tak jauh dari situ... dulu ada pancuran air Tawar yg jernih, yg dialirkan dengan bambu petung.. dari mata air di balik rumpun bambu diatas sana....aaaaaahhhh.... sepertinya... baru kemarin aku Camping disitu...masih segar sekali di ingatanku...kami mencari kepiting di malam hari...bahkan kami mandi dilaut telanjang...hanya kami berempat di pantai itu....dan aku tau Kang Mus..sepupuku..juga disitu..dia tidur di gubuk diatas bukit... menjaga kami...sepi sekali malam itu.... hanya ombak laut dan kami berempat...
Jauh sekali lamunanku,... hingga tanpa aku sadari...seseorang sudah berdiri di sebelahku dengan pakaian khas jawa..surjan wulung... dengan ikat kepala seperti Mahesa Jenar (Javanese hero like Achilles in the Roman Story),..dengan rokok lintingan yg ujungnya basah masih menempel di gigitan giginya yg sudah banyak berlubang itu....
Orang tua bermisai putih itu menyapaku: “ Nuwun sewu Den, sendirian “....sudah lama sekali aku tidak dipanggil dengan sebutan itu “ Den “... terdengar agak janggal di telingaku. .. akupun menjawab : “ ohh... injih... nuwun sewu... saya sendirian “. Kemudian... dengan suara baritonnya yg agak dalam dia berkata : “... saya dengar.. tadi.. Den mencari Wak Rachim ya ? “... aku jawab : “ Oh... iya... tadi saya ke rumahnya... tapi sepertinya rumahnya kosong, jadi saya turun ke pantai...”... diapun menukas : “.. kalau boleh tau,..apa den ini masih saudara sama Wak Rachim ? “ ... aku menjawab : “ ya.. memang saya masih saudara dengan dia... dia Uwak saya “... sambil tersenyum,.. org tua itu berkata :” ooohh..jadi masih cucunya Mbah Surem di Mbalong kalau begitu ? “... sambil senyum akupun menjawab : “ yaaa... saya cucunya mbah Surem”...
Kamipun bercerita..dan aku ceritakan masa kecilku dan pantai ini...dia tersenyum dengan arifnya...dan dia bilang... masih ingat sekali... sewaktu aku masih kecil,...dan sering liburan ke mBalong dan ketika di rumah nenekku menanggap Wayang Kulit..katanya.. dia yg menggendong aku kesana kemari...dia bilang... aku seperti Raja Kecil ketika itu, mancing di Telaga, main di bukit dan hutan,..yg njagain lima orang..nenekku yg menyuruh mereka menjagaku saat itu...bahkan.. dia masih inget nama Ayahku,..Abang dan kakakku...hebat daya ingat orang tua ini...dia juga cerita... bahwa sepupuku... anak Wak Rachim jadi Lurah di desa nJepitu situ...
Tanpa kusadari ,.. kami sudah ngobrol hampir 2 jam di situ..sambil menikmati “rokok Lintingannya” ( self rolled cigarette )lengkap dengan klembak dan Wur pak Jenggot. Ermmm... kesannya jadul banget,.. dengan “sigaret” ( bhs Jawa untuk kertas rokok )...sepertinya... aku masih belum kehilangan skillku ngelinting rokok...
Setelah cerita Ngalor Ngidul... akupun segera minta diri untuk ke mBalong yg hanya lima menit dari situ....pelan pelan aku pacu motorku menuju rumah Mendiang Nenekku..tanpa aku sadari... aku lupa menanyakan nama Orang tua yg mirip Mahesa Jenar dan bermisai Putih tadi......
Masih kedengaran sayup sayup...dendangan symphoni alam wedi ombo..yg mengiringi tarian Rumput Lalang yg meliuk sexy di belai angin bukit Wedi Ombo...pasir putihnya.
Setelah turunan bukit yg ada batu keramatnya itu.tepat di depan Balai Desa .. aku belok kekiri.. menyusuri jalan beton setapak.. menuju rumah mendiang nenekku di desa mBalong....
nGoenoeng Kidoel...riwayatmoe doeloe....
Angin laut kidul yg bertiup kencang,menggoyang pohon Petai, yg sudah mulai lebat buahnya,...Sapi besar keturunan Australiayg sedang meragut dedauanan itu seakan tak perduli itu semua. Dua ekor burung Tekukur berkejaran diantara pepohonan di lereng bukit “Gumuk”,.. dan sebentar sebaentar hinggap di tembok batu yg membatasi jalan setapak yg agak curam di tepi kandang.....
Kuperhatikan disekelilingku,..masih seperti dulu,..hanya..Rumah Joglo nenekku yg kokoh sudah tidak disitu lagi...hilang dari pandangan mataku... walaupun,...aku masih ingat dengan jelas,...bagaimana bentuknya,..di sudut mana “ Kenthongan” digantung,..Lesung untuk menumbuk Padi dan Gaplek yg letaknya pas di depan pintu dapur di belakang kandang sapi....dengan dapur yg terbuat dari batu,..yg diatasnya tergantung Jagung jagung kering,...sementara,.. jauh di dalam ruang dapur,... ada tempat penyimpanan Padi dan Polowijo yg bentuknya seperti “Tenggok” ( bakul anyaman dari bambu ),.. yg mampu menampung dan menyimpan beras satu ton. Karena aku perkirakan,.. diameternya sekitar 2 meteran.
Nenekku selalu berkata.. : “ Le.. itu tandon atau simpanan untuk “Pacheklik”. .... Yup... “Pacheklik”,.. satu kata yg sudah lama sekali aku tidak mendengar dan menggunakannya,..mungkin, kalau bahasa sekarang...Krismon.. atau Krisembako.... kedengarannya agak aneh di telingaku....yg pasti...dulu.. yg namanya Pacheklik itu, ... merupakan satu keadaan, dimana Tanaman Pangan terserang hama, atau akibat kekeringan dan bencana alam yg lain... yg menyebabkan Tanaman Pangan Gagal..itu Pacheklik...yaaaaahhhh,... sekedar terjemahan atau intrepretasi yg aku coba lukiskan disini...
Lamunanku terlalu jauh Back In Time..when I was still a small boy back then...sepupu iparku yg datang “ mBligung “ tanpa baju,..menepuk pundak kiriku,.. membuatku menoleh dengan serta merta...terperanjat aku...ternyata... lamunanku cukup jauh dan dalam...ditelan oleh” time tunnel” yg ku ciptakan sejenak tadi...sepupu iparku bilang : “ udaaaah... jangan di ingat ingat semua itu....jadikanlah itu satu kenangan manis semasa kecil... ayok... makan..sambel bawang... tempe dan belalang gorengnya sudah masak.. “. Iyaa... gumamku... walaupun hati kecilku merasa kehilangan... Joglo sudah tidak ada disitu...amben besar tempat kami biasa tidur rame rame dulu itu juga sudah nggak ada...kendi air di tiang Joglo itu juga sudah tidak ada...puing puingnya pun sudah tidak nampak...hanya kandang Sapi itu yg ada...Aku membalikkan badanku dan melangkah mengikutinya dari belakang, menuju ke rumah untuk makan...nggak sabar aku menyantap hidangan yg begitu menyelerakan... Nasi merah Panas , Tiwul, sambel bawang... tempe, petai dan belalang goreng,... garing... ( I’ve just realized... I’m an insect eater... wakakakaka ).
Sambil makan, aku mendengar suara “sendaren” dari kitiran bambu yg di pasang anak anak di atas bukit...dan suara perkutut di samping rumah, sepertinya sedang “Ad Lib “ meningkahi suara rumpun bambu “Petung “ yg di tiup angin dengan ritme yg cukup percussive itu....sekali lagi...simphony alam bermain...
Piring yg kedua sudah aku selesaikan dengan gagah perkasa...nikmat... sedap..kenyang...pedas..dengan teh tawar panas. Aku segera membuka kaos bolongku... merasa agak gerah,..setelah melahap dua piring nasi dengan sambel bawang...berdiri di depan pintu dengan sebatang rokok terselip diantara jemariku yg “kapalen” dan jempol semua itu..
Kakiku mulai gatal untuk naik ke atas bukit,...mencari dan mengikuti dari mana arah suara “Sendaren” itu datang. Dengan berlari kecil aku naik ke atas bukit sambil sesekali berpegang pada dahan pohon supaya tidak jatuh...dan betul saja.. diatas bukit... ada sebuah Pondok kecil yg beratap daun “Aren” dan diatasnya tertancap sebuah kitiran bambu lengkap dengan Sendarennya ( Sendaren: a kind of whistle, fixed on the bamboo propeller to generate a sound, normally is placed on the top of the hill to get more wind )...hembusan angin.... nikmat sekali...sambil memandangi birunya laut kidul di kejauhan....bibawah sana...terlihat rumput glagah berombak seperti laut,... naik turun kiri dan kanan, silih berganti tertiup angin...meliuk liuk....indah sekali...
Tak jauh dari situ,..di bawah pohon ”Kluwih yg rindang” ( Kluwih : Consider the family of Jack Fruit, only available in Java island, use to be cook for white curry )..tiga orang anak sibuk bermain, sambil menunggu kambing yg di gembalakannya...aku berjalan, mendekat, menghampiri mereka... salah satu dari mereka duduk di atas batu,..membuat “Wayang” dari pelepah ketela yg merah, sementara dua orang rekannya sedang sibuk mengejar belalang kayu.untuk dibawa pulang....aku tersenyum..ternyata, “wayang” ( Wayang : Shadow Puppet ) masih di hati mereka...budaya itu masih melekat di sanubari mereka..itu satu pertanda yg baik...
Matahari semakin tinggi,..akupun segera turun dari bukit...meninggalkan ketiga anak yg sedang menggembala tadi..tidak ada PS 2, tidak ada Nintendo,..dan tidak ada Cyber Cafe untuk main “Game”...tapi,.. keceriaan jelas terpampang di wajah mereka...sewaktu turun..aku perhatikan pohon “Kacang Benguk “ melilit pepohonan yg tumbuh disitu...aku nggak pasti,...apa anak anak jaman sekarang ada yg kenal “ Tempe Benguk , Tempe Mlanding. Tempe Gembus dll ya ? “...mungkin mereka lebih mengenal Mac Dee, KFC ,Pizza Hut, A and W dan makanan Cepat Saji yg lainnya...ya nggak salah..jaman kan berubah...
Segera aku ke kamar mandi yg beratap langit itu, untuk sekedar Pas Photo dan “Nyisik” untuk segera meneruskan perjalananku. ..loh... kok nggak mandi sih ?....lha kalau kupakai mandi... airnya habis... besuk orang nggak bisa ngopi, nggak bisa masak ndul...air yg ada juga air dari tadahan hujan, atau air hasil ngangsu dari sumur di dekat telaga yg jaranknya nggak begitu jauh,... Cuma sekitar 3 Km kok....( pedot sikile,.. mlaku sambil mikul air dua bleque ),... yup... memang perjalanan mencari air itu cukup jauh...airnya juga nggak jernih...biasanya,... setelah sampai di rumah... air itu akan di masuki sebongkah kecil Tawasium,... di biarkan 15 menit, supaya sedimennya semua mengendap... kemudian... air yg jernih di bagian atas,.. di pindahkan ke “Gentong”. ( Gentong : a huge teracotta or clay water container shaped like a fat lady ). Gentongnya biasanya di tempatkan di deket dapur dan ada penutupnya dari Papan kayu dan diatasnya di letakkan “ Siwur ” ( Siwur :Taken from Sanskrit, means Ugly ) untuk menyiduk air dari gentong tsb.
Begitulah susahnya Air di selatan Gunung Kidul. Mengharapkan Supply Air dari pemerintah ? aaaahhh seperti pungguk merindukan bulan... kalaupun ada... pasti ada embel embelnya..yg berbuntut nggak enak...
Belum lama ini, aku denger dari temen... katanya... ada Air dari sungai di Bawah tanah di dalam Gua Bribin... yg konon... debit airnya 5000 liter semenit...errrrr..... sepertinya... aku dengar dongeng itu sudah lama banget....nah pertanyaannya ? terus caranya memompa air dan distribusinya gimana ?.... hehehehe soalnya... sejak jaman Merdeka dulu... sampai Indonesia sudah ganti Presiden 5 atau 6 kali...yg namanya air ,.. masih menjadi masalah utama di Gunung Kidul bagian selatan... ( Maido ? ).....
Setelah “Raup” seadanya,...aku sempetin Nglinting beberapa batang untuk sangu di perjalanan....tidak lupa... aku di bawain “ Jangan Lombok Ijo Puedes des “ untuk nanti kupakai makan malam di Wonosari... pelan pelan ku pacu motorku yg semakin jauh aku meninggalkan desa mBalong...desa mBah Surem nenekku dan desa yg memberiku banyak pengalaman di masa kecil dulu...
Jadah, Puli,..Nasgithel, dan Ngatini Giri Panggul...
( Nginang karo Ngilo,.. didudul nganggo pipo ledheng )
Sengaja, setelah dari mBalong belok kekanan... sampai atas tanjakan yg banyak kios itu... aku belok kekiri... melalui jalan yg nantinya keluar dari Giri Panggung, Ploso, clorot dan Munggi...kalau nggak salah ya ( lha wong aku ya jalan seperti Celeng kok ).
Terus terang, aku baru sekali lewat jalan itu...karena dulu memang mungkin nggak accesable ... karena belum terjamah infrastruktur. Sekarang,... aspalan mulus..itu harus ku puji Pemerintahnya.. ( yg bagus ya dibilang bagus dong... adil ). Aku melewati Ngalas dan Grumbul, bukit dan gumuk.. dengan pemandangan ijo royo royo...walaupun dalam hati kecilku kawatir juga,... karena sudah 20 menit aku berjalan.. tidak seorangpun yg kujumpai lewat jalan itu....setelah aku melewati turunan tajam... baru kulihat sesosok insan yg baru pulang “Ngarit” berjalan sambil menyunggi suket (Suket : grasses to feed the livestock).
Hatikupun tenang.. setelah beberapa kilometer aku selisihan dengan anggkutan umum yg sarat dengan penumpang. Sebetulnya, yg kukawatirkan bukan karena aku takut nyasar atau tersesat... bukan itu... aku Cuma takut.. kalau Ban motorku mBledos aja....bengkel nggak ada..... ya mana ada bengkel di tengah ngalas grumbul gitu ?....anjing aja takut lewat situ....
Setelah melepasi Kelurahan Giri Panggul dan dusun Ploso,... akupun sampai di dusun Clorot ( di jaman belanda, tempat ini dulu sering ada Comet jatuh ). Akupun berhenti di pasar Clorot yg ada pohon asemnya itu,... dengan hati hati,..dan kurang yakin.. ku lirik dompetku...ternyata aku masih ada dua puluh ribu rupiah...cukup untuk Wedangan...
Segera aku masuk di warung dan memesan Wedang... Nasgithel dengan gula batu... diatas meja,... diatas nampan bulat,... ada Jadah, Puli dan tempe serta tahu bacem dan cabe rawit...this is it...ini yg kucari cari selama ini....terdengar dari CD si empunya warung..suara khas Sindenan jawa... “ Nginang karo Ngilo... didudul nganggo pipo ledheng “,... kira kira begitu bunyi tembang jawa gerongan itu...masih belum ku temui... seseorang yg bisa menerangkan arti dan juga ide untuk Tembang yg bunyinya agak Nyleneh itu....
Coba simak Lyric tembang itu : “ Nginang karo ngilo” artinya... makan sirih berulam tembakau, sambil bercermin ?... er.. aneh memang....dan selanjutnya.. “ Didudul... nganggo pipo Ledheng “ yg artinya.... lha ini dia ...agak susah... “didudul” itu... sepertinya dalam bahasa Indonesia kok nggak ada...kalau bahasa Inggrisnya : “ panatreted with water pipe “... weleeeeh.... malah ..ribet.... pokoknya mbuh wis ra dhong aku... artikan sendiri aja...kalau kita tanya yg mencipta tembang itu... pasti jawabnya : “ ya semau aku lah... mau ku dudul atau apa... orang memang ini laguku “.... lha rak susah to ?
Kembali.. ke... weeeee .... dang...
Sambil dengan rakusnya ku kunyah Jadah tempe yg Mak nyus itu...aku hampir hampir nggeblak... kesereten... dan mlongo...seorang Kenyo ( Kenyo : a girl ), seorang Wanodya...yg kinclong... kinyis kinyis... putih..mlenuk...sueger...tiba tiba datang... menghidangkan Teh Nasgithel pesenanku...sambil tersenyum dia bertanya : “ loh... mas..kenapa to ? keselek ya ? atau kesereten ? “... tanpa menjawab... aku Cuma mengangguk mengiyakan..aku terkesima...kok tiba tiba ada Syahrini bekas pacarnya Anang menghidangkan minuman pakai Jarik dan kebaya gini ? .. Ngatini dari Keputren mana ini ?... Ngatini Widodari mana ini ?
Syahrini dari Clorot... putih... dengan Kebaya yg agak mlorot...menunduk.. meletakkan nampan berisi nasgithel tadi... lha pas acara menunduk itulah... aku hampir pingsan...so perfect..so tight... so adorable... so .... erfh ... erfh... erfh... dia melenggang pergi masih dengan tersenyum...dari belakang... erfh... erfh erfh... again... perfect ass indeed...shake it up girl...aku tak mengerti arti senyuman itu...adakah itu dirimu Ngatini yg ku cari cari.... hehehehehe ( Kok jadi Puitis gini sih ? )
Ini kali yg kedua..aku terkena kejutan seperti ini...yg pertama di Pekan nJepitu,..yg kedua di Clorot... bedanya... yg di nJepitu...modern banget..pakai BB,... punya FB... pernah kerja di Jakarta... ngomongnya Bhs Indonesia ala kota..PD banget.. dan masih Single....
Tapi.... Syahrini Clorot ini... bener bener.. nDesani... asli... sueger... lugu... putih... bahenol... durgo ngerik... pokoknya jalannya seperti Harimau Lapar...swinging...wigling...man..this is too much to handle...too good to be true...but she was standing right before my very eyes...can you believe that ?... here... oooohhh... give me a break...
Dari jauh kulihat dia berdiri di belakang Counter Warung itu yg agak didalam... tapi aku masih bisa melihatnya dengan jelah... lha tentu saja... lha wong putih kok... mlinir...kinclong kok....kusempatkan mencuri pandang... dia pas ngelihat kearahku... dia tersenyum... bapaknya yg sedang mendengarkan Sindenan... tiba tiba wajahnya berubah seperti Sengkuni baru nelen “Susur”.... cemberut dan agak nggak suka.... aku perduli apa... toh aku nggak ngganggu anaknya....dapat senyum Syahrini aja udah “Maturnuwun “...
setelah “Tutug” (puas) wedangan.. akupun membayar dan akan segera pergi meninggalkan warung Syahrini yg Bahenol tadi...
Entah kenapa..aku agak penasaran dengan Syahrini yg bapaknya seperti Sengkuni tadi... akupun membayar Wedang dan Pacitan tadi... tapi .. kok tiba tiba ... mulutku gatel... atau hanya sengaja mau membuat Bapaknya Mangkel.... akupun mendekati Bapaknya dan bertanya... :” Maaf pak... mau tanya... apa anaknya tadi masih sekolah ya ? “...diapun dengan wajah mangkel dan agak jengkel... terpaksa harus menjawab...lha aku kan Pelanggan.. : “ Anak saya yg mana to mas ? “.jawabnya tanpa mau melihat wajahku... aku menimpali: “ itu lho... cewek yang tadi... yang nganter minuman tadi “... kembali dengan mukanya yg sekarang lebih mirip Dursosono Ngamuk, diapun menjawab :” ..itu bukan anak saya mas... itu istri saya mas..”... dengan cengar cengir... aku masih gatal mulut bilang ke dia : “ yg tadi itu istrinya pak ? ... yg masih muda cantik tadi ? “...di dalam,.. Syahrini masih tersenyum simpul....ealaaaaaahhhh..... Sengkuni nelan susur uelekkk... luethek... mambu... koyo ngene... kok bojone mlidhing.. kinclong.. seperti Syahrini.... hehehehehehehe... dunia... dunia...
Dalam hati aku bergumam...dukun mana yg dia pakai memelet istrinya itu...kok sampai..wong uelek... wagu.. mrongos... gitu dapat istri sekinclong Ngatini Clorot tadi ? kadang kadang... aku marah..... ini nggak adilll.... bener nggak adil... terus aku inget..Ngilo tadi... ternyata... wajahku sendiri juga nggak kalah mrongos...ternyata aku harus Legowo...bahwa rejeki semua orang yg mrongos itu nggak sama....dan aku diam diam mengacungkan jempolku kepadanya...dan terus menanamkan kembali Prinsip yg sudah lama mungkin ku lupakan. “ SESAMA PRONGOSAN... DILARANG SALING MENDAHULUI “........aku keluar meninggalkan warung Syahrini dengan rasa legowo dan rhido...tapi masih nggak puas... aku menoleh sekali lagi... dia tersenyum... ego kemrongosanku terpenuhi...dan pas di depan pintu warung ada tulisan “ OJO DUMEH “.... hehehehehehe .......
Jangan heran... dunia memang penuh dengan kejutan.. penuh dengan tanda tanya.. penuh dengan kenlenehan...tapi itulah hidup..tidak untuk difikirkan... tapi untuk dijalani ...dengan ikhlas..dan penuh kesyukuran...after all..that’s what life is all about....
Deklarasi...
(Cerita diatas,..sebagian cerita asli...sebagian merupakan rekayasa untuk sekedar menambah rancak dan Gayeng.... Ada kemungkinan... ini tulisan saya yg terakhir, ....sebelum saya bercuti panjang dari segala kegiatan Buku Rai dan kegiatan yg lain lainnya..mohon maaf.. seandainya ada kesalahan tulis..dan budi bicara pada tulisan ini........semoga anda semua menjadi semangkin Gumbira dan jauh dari rasa Kuciwa...diriku akan pergi sejenak untuk bertapa...jauh di dalam gua ditengah tengah rimba..yg penuh dengan mara bahaya dan duka nestapa...adapun..semua yg berhubungan dengan pemilihan Ketua Umum PSSI dan isu gempa di Jakarta,..ataupun segala kegiatan teroris di Sukoharjo... maupun rencana pembentukan NII,.. saya tidak ikut bertanggung jawab keatasnya... karena memang dalam tulisan ini tidak ada hubunganya sama sekali, dan Segala sesuatu yg berhubungan dengan Buku Rai, akan di selenggarakan secara saksama dan dalem waktu yg sesingkat-singkatnya )
mBoto Ndayakan, 20 Doel’aidah 2011
Atas nama saya sendiri dan seluruh Warga Mboto Ndayakan yg terdiri dari orang orang nDayak....
Dengan ini, saya mengistiharkan.... cuti panjang.... horeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee
To be Continued..... Part III ( antara Aku,..kekasihku Ngatini,..selingkuhanku Megan Fox dan seorang Sinden bernama Rr.Tulkiyem... sebuah Kronologi )