Sunday, December 4, 2011

Bahasa oh Bahasa


by Erick Monk Ozta on Saturday, December 3, 2011 at 10:52pm

Bahasa oh Bahasa

             Bila kita mulai ngomong soal Bahasa,..biasanya ada yg sensitive tentang soal ini. Terutama, bila kita singgung tentang pemakaian Bahasa itu sendiri,.. baik di masyarakat, di semua urusan resmi seperti kantor kantor, dan juga bahasa yg digunakan di dunia journalism.

             Bahasa Indonesia, yg di adopsi dari Bahasa Melayu di kepulauan Riau, mengalami perkembangan yg luar biasa dalam penggunaannya di berbagai sector.
Perkembangan itu sendiri, ada yg secara wajar,.. tapi ada juga yg merupakan sebuah rekayasa oleh orang orang pinter yg kebetulan berpredikat sebagai Ahli Bahasa ( Pakar ).
Begitu juga dengan aturan dan ejaan, yg seingatku,.. dulu ada ejaan Van Ophuijsen (1901), Ejaan Soewandi (1941),Ejaan yg Disempurnakan (1972), Pedoman Umum Ejaan yg Disempurnakan(1975).

                Bila kita bicara soal SEMPURNA dan Kesmpurnaan,.. maka,..tidak perlu lagi, sesuatu yg sudah sempurna itu harus dirubah dan dirubah lagi…iya kan ?...logikanya kan begitu ?.. lha wong sudah sempurna kok ? Tapi,… pada kenyataannya, seperti sudah menjadi Trend, bahwa Bukan hanya Harimau yg ingin meninggalkan Belang,… bahkan Kucing Kurap dan bahkan Kucing Garong pun punya niat yg sama. Nah, sama sama mempunyai belang,..kalau Harimau ,.. ya kita maklum..gagah dan perkasa,…tapi,.. begitu sampai ke Kucing Kurap dan Kucing Garong…..

                  Sebetulnya, sewaktu Pedoman Ejaan yg Disempurnakan itu wujud,.. sebetulnya sudah bagus sekali aturan dan Tata Bahasa Bahasa Indonesia,… yg kedepannya, tinggal ditambah dengan kosa kosa kata yg baru, tanpa merubah tatanan yg sudah ada.

            Tatanan Bahasa kita pada waktu itu sudah cukup bagus,…bahkan, tidak berlebihan, jika pada waktu itu,.. Tata Bahasa Indonesia, juga dipinjam oleh Negara tetangga kita untuk menyusun Tata Bahasa Melayu mereka, karena sekian lama mereka di bawah Pemerintahan Inggris, yg praktis hampir tidak ada ruang sama sekali untuk Bahasa Melayu berkembang dan menjadi tuan di Negara itu.

           Tidak sedikit guru yg di kirim ke Negara tetangga untuk mengajar soal Bahasa dan tidak kurang Pelajar mereka yg dikirim untuk belajar di Negara kita, yg pada akhirnya bukan hanya Bahasa, tapi hampir mencakupi segala bidang.

           Di era tahun 80 an, timbul berbagai macam kosa kata baru, yang kesannya agak memaksakan dalam pemakaiannya pada waktu itu, beberapa kosa kata itu antara lain : Mantan yg sinonim dengan Bekas, Memantau, piawai, pakar, dan sebagainya, dengan alasan penggantian yg sebetulnya, nggak begitu jelas.Pertanyaannya,… Kenapa harus diganti ? apa kalau tidak diganti,.. maka masyarakat Penutur Bahasa Indonesia tidak akan mengerti ? Apa kalau tidak diganti,.. maka akan mengakibatkan kerancuan ? Karena, istilah istilah dan kosa kosa kata yg lama itu, sudah menjadi identitas Bahasa Indonesia,.. dan tidak harus sama dengan Bahasa Melayu.

               Bahasa Menunjukkan Bangsa.Bahasa Indonesia, juga harus menunjukkan cirri Khas ke Indonesiaannya. Tidak perlu kita merujuk ke Bahasa Tetangga. Karena,… Bahasa Indonesia memang unik…dan keunikan itulah yg membedakan Bahasa Indonesia punya cirri khas tersendiri.

               Nah,… kalau kita sudah mulai mengikuti dan mencontoh Tata Bahasa dan bahkan istilah serta kosa kata Bahasa Negara Tetangga,..berarti, sama saja, Kebo Nusu Gudel. Karena seharusnya kita yg menjadi Trend Setter,… Bukan mereka. Sekali lagi,… karena Kita yg Membakukan Bahasa kita terlebih dahulu, dengan aturan dan tatanan yg disesuaikan dengan Budaya Indonesia, yg beraneka ragam dan mempunyai kekayaan Beratus ratus Bahasa Daerah yg bisa kita serap dan kembangkan untuk di masukkan dalam kosa kosa kata Bahasa Indonesia.

              Keaneka ragaman Suku di Negara kita juga ikut menjalankan peran yg cukup besar terhadap setiap geseran perubahan dan pertambahan Kosa Kata Bahasa Indonesia.Dan teramat sangat tidak perlu, untuk kita menoleh , melirik, bahkan mengadopsi aturan dan kosa kata dari Negara Jiran.

            Dan terus terang saja,..aku merasa Bangga pada waktu itu,..meskipun Bahasa Indonesia di adopsi dari bahasa Melayu yg tidak memiliki strata dalam penggunaannya itu, mempunyai cirri khas, yg dikemas manis dalam bentuk “ Bahasa Indonesia” itu sendiri. Salah satu keunikannya, karena kita juga mulai mengadopsi kosa kosa kata yg baru dari bahasa bahasa daerah di seluruh Indonesia.

        Beberapa dekade, Bahasa Indonesia begitu teguh, begitu digdaya sebagai Bahasa Pemersatu Bangsa. Tapi yg paling unik, sebetulnya keluwesan Bahasa Indonesia itu sendiri yg dituturkan dalam berbagai Intonasi yg berbeda, oleh berbagai suku bangsa yg kental dipengaruhi oleh Intonasi intonasi khas dari Bahasa Ibu penuturnya.

Seiring dengan perkembangan pemakaian Bahasa Indonesia, .. maka hampir di setiap pergantian Menteri Pendidikan, kita akan disuguhi dengan bentuk aturan Bahasa yg baru, yg masih berlandaskan Aturan Bahasa dari Pedoman Ejaan yg Disempurnakan itu.

           Kebetulan, aku mengalami beberapa perubahan itu sendiri, dari masa sekolah dasar hingga ke SMA dan tahun tahun berikut setelah itu. Agak memeningkan juga, terutama,..tentu saja perubahan itu harus juga diikuti dengan Perubahan seluruh Bahan bahan Cetakan,… dari Buku Buku Sekolah, formulir, dan hampir di setiap sector yg mau tidak mau harus merubah semuanya yg berbau tulisan, mengikuti tatanan baru. Sungguh merepotkan memang. Tapi itulah kenyataan, yg harus kita telan dengan pahit sekali.

         Salah satu contohnya, penggunaan Singkatan singkatan di hampir semua Instansi yg ada di Republik ini. Misalnya yg dulu di sebut “ Departemen P dan K” , diganti menjadi “Depdikbud “, begitu juga dengan Instansi instansi yg lain , harus ikut merubah singkatan, dan itu berarti biaya yg sangat besar. Kop surat diganti, kwitansi dan segala tetek bengeknya juga diganti. Repot nggak ?.... ya repot banget..riweh,..menyusahkan dan memakan biaya yg sangat besar. Padahal, masih banyak lagi yg bisa di urusi oleh Ahli ahli Bahasa, selain merubah susunan dan aturan yg memakan biaya sangat besar itu.

Contohnya,… Bahasa di Iklan Iklan,..aturlah itu.. keseragaman penulisan Papan Tanda Kantor, pertokoan dan sebagainya. Dan singkatan singkatan itu,.. celakanya, hanya dikenal oleh orang orang tertentu. Contohnya “ KASIRANGTARAK “…apa coba ?  “ Kepala Seksi Barang Tak Bergerak “… itu ada di dikantor kantor seperti Kodam dll.

          Setelah itu, penggantian nama sekolah,… dari SMA,.. menjadi SMU… nah.. pertanyaannya ? ..lha… si SMA itu tadi salah apa ?... SMEA, STM diganti menjadi SMK,…untuk membedakan yg STM dan yg lain bagaimana ? kok harus diganti ?... apa kalau nggak diganti, nggak jalan ? ini semua akibat, Kucing Kurap dan Kucing Garong juga ingin meninggalkan belang. Yg mengakibatkan kerugian Negara yg tidak sedikit…membazir..dan tidak merubah apapun untuk menuju ke titik yg lebih baik. Tapi, kesusahan dan kerepotannya, harus dipikul Rakyat. Murid dan para wali murid.

         Sama seperti sewaktu Mendiang Gus Dur, membubarkan Departemen Penerangan,…yg berakibat  berbagai Media yg tadinya bernaung di bawah Departemen Penerangan, seperti TVRI dan RRI dan segala macamnya, terkatung katung hampir setahun untuk di serapkan ke Kementrian yg lain. Alasannya ? “ Bukan tugas saya menerangkan “ kata Gusdur. Sebuah pernyataan yg kurang tepat dan kurang bijaksana.

            Negara yg berpenduduk 250 juta orang, jelas sekali memerlukan penerangan. Kalau kemudian ada istilah baru Multi Media dan Informatika,… masih bisa di masukkan dalam jajaran Penerangan. Kalau bukan Pemerintah, lalu siapa yg bertugas menerangkan segala kebijakan, segala tetek bengek aturan pemerintah, penyuluhan Pertanian, Budaya ,… apa itu Tugas Mak Erot ?...

           Banyak sebetulnya yg mengganjal , bila kita mulai berbicara soal Bahasa Indonesia. Para pembuat kebijakkan dan Ahli Bahasa, dengan tanpa berfikir panjang, mengganti dan menambah kosa kosa kata kita yg sudah mapan dan lazim dituturkan, dengan kosa kosa kata baru, yg mereka anggap sesuatu yg betul. Bahasa itu soal kesepakatan bersama, antar sesama penutur, yg di gunakan sebagai alat komunikasi yg seharusnya lebih luwes. Bukan di persulit dan di gontai ganti, karena pergantian Pengambil Kebijakan dan Pemimpin.

          Ambil Contoh IDHATA,… sinonim sekali dengan Gerakan Wanita,… nah para ahli Bahasa yg bijaksana, dengan semena mena, menggantikan kata Wanita dengan Kata Perempuan. Berbagai alasan dan sebab diutarakan untuk meyakinkan pemakai Bahasa agar mengganti Wanita menjadi Perempuan. Jadilah, Ikatan Dharma Perempuan,.. singkatannya ?... wah repot.

         Wanita dan Perempuan,… apapun artinya,…itu hanya Persepsi…Nah .. selama ini Persepsi penutur Bahasa,.. Wanita itu digunakan sebagai pengganti Perempuan, karena bunyinya juga lebih luwes, dan persepsi masyarakatpun sudah akur,.. menyetujui, bahwa Wanita, bunyinya lebih enak di banding Perempuan. Sudah…itu sudah menjadi kesepakatan bersama. Kenapa harus diganti ? Ini juga akibat pengaruh dari kosa kosa kata bahasa Negara Tetangga, dan dicarikan alasannya. Nggak usah Bung…Indonesia biar Indonesia…yg sudah kitya sepakati dan persepsinya sudah mapan… kenapa harus diganti ?...

       Persatuan Wanita Tani Indonesia…. Dengan Persatuan Perempuan Tani Indonesia,… mana yg bunyinya lebih enak di dengar ?...jujur ya…nah persepsi kita, kata Perempuan itu untuk menggantikan Jenis kelamin, yaitu Betina. Sehingga, kalau orang marah,… akan keluar umpatan “ Perempuan mana itu ?... nggak ngerti sopan santun..!!”... bukan,..” Wanita mana itu ? nggak ngerti sopan santun “… jadi persepsi kita terhadap kata Perempuan itu, lebih rendah di banding kata Wanita. Ya udah.. itu yg kita pakai,.. nggak usah mencari cari Fakta Semantik yg justru membingungkan, hanya gara gara, di Brunai ada istilah Raja Perempuan.

       “  Para Pria dan Perempuan, di harap berkumpul di depan balai desa “… nggak enak kan bunyinya ?... karena kata Perempuan itu,… berpasangan dengan kata Laki-laki,… sedangkan kata Pria,… berpasangan dengan kata “ Wanita… bukan Perempuan.    

        Kemarin,.. sewaktu menonton TV One… ada istilah “Praktik” yg menggantikan istilah “Praktek “ yg sudah digunakan selama berpuluh tahun di Negara ini.

         Di Malaysia, memang,.. mereka menggunakan kata “ Praktik “ untuk hal yg sama.. apakah kita harus mengikuti mereka ? seingat saya… kita tidak perlu ikut ikutan menyusun Kosa kata kita sama dengan Malaysia…karena memang kita punya latar belakang Berbahasa yg berbeda.

       Sekali lagi, dari TV ada istilah Venue,… dari berita Tempat Penyelenggaraan Acara SEA Games. Kita masih menggunakan kata Venue, untuk tempat penyelenggaraan. Apakah tidak ada kata dalam Bahasa Indonesia untuk menggantikan itu ?... Misalnya… TPK , singkatan dari Tempat Penyelenggaraan Kejuaraan,.. misalnya….kan Indonesia suka singkatan….atau Tempat Acara… atau Ajang Kiprah….atau apa saja.. asalkan jangan Venue,… yg sering dibaca sebagai “ “FENU “ oleh kebanyakan pembawa acara TV. Karena.. di Indonesia, sistim alphabet kita masih belum di masimumkan penggunaannya. Sehingga , bunyi “ F” dan “V “ masih dibunyikan sama. Ada yg masih menggunakan Taksi,… padahal kita juga punya “ X “… Taxi.

      Apa yg sudah kita sepakati untuk kita tuturkan, ya sudah…itu cara kita…juga dalam mengadopsi istilah Bahasa Asing… kita punya cara yg lain dan berbeda dari Malaysia. Jadi jangan kita ikut melatah, gara gara, beberapa orang Ahli ( Pakar ) Bahasa kita ikut Konfrensi dan membawa Pulang kejanggalan kejanggalan yg sangat tidak perlu itu. Sedangkan yg lebih penting, dan lebih mendasar tidak mereka urusi.

      Indonesia mempunyai keunikan tersendiri dalam berbahasa, karena walaupun kita mengadopsi Bahasa kita dari Bahasa melayu yg kebetulan tidak mengenal Hirarki Penutur, tapi karena Indonesia mempunyai beratus Bahasa Daerah yg teradopsi kedalam Bahasa kita, maka..Bahasa Indonesia itu sendiri menjadi Unik dan berbeda dari Bahasa Melayu itu sendiri.

       Dan kita tidak perlu Pemurnian Bahasa Indonesia, kembali sama dengan Bahasa Melayu. Bahasa Indonesia, biarlah berkembang sesuai dengan perkembangan Budaya berbahasa dan Budaya penuturnya, …jadikanlah susuatu yg konvensional itu menjadi alat komunikasi yg lebih luwes, sesuai dengan perkembangan Bahasa itu sendiri, tanpa harus merubah yg sudah konvensional dengan terminology terminology baru, yg sebetulnya malah berbunyi janggal. Bahasa Indonesia itu “Unik “, berdaptasi secara otomatis dan luwes,.. agar bisa dituturkan oleh semua Rakyat di Indonesia, sebagai Bahasa Pemersatu Bangsa.

No comments:

Post a Comment