Lintas Utara Via Sambi Pitu
….( Seven Part-time)
Intro :
Siang ini agak panas, tapi cukup nyaman,… karena aku tidak merasakan gerah dan lembab
(Humid) seperti di daerah lain. Jadi aku masih merasa nyaman,…meskipun panas..tapi disana sini masih kurasakan tiupan angin,… yg kadang melenakan…nikmat.....liukan pohon pohon jati di sepanjang jalan itu, seperti memayungiku dari sengatan sang surya…
Sengaja aku membelokkan motor bututku dari
Sambi Pitu kearah kiri, atau kearah timur, …sebatang jalan yg memang sudah lama sekali ada disitu…Cuma,… mungkin bedanya… sekarang jalan itu sudah mulus beraspal…jalan yg menurun itu cukup halus untuk menampung motorku yg kadang tersendat dan batuk itu…
Begitu aku memasuki jalan itu…semakin banyak angin yg kurasakan bertiup… seolah memberiku ucapan Selamat Datang…dikiri kanan jalan… petani sedang sibuk memanen hasil sawahnya… padi huma berbatang pendek itu memang menjadi primadona di situ…. Hampir disana sini kulihat petani sedang panen padi yg sama….dan aku juga selalu berselisih jalan dengan beberapa orang..yg sedang mengangkut rumput untuk ternaknya, baik dengan sepeda motor, di gendong belakang, ataupun di
Sunggi …(to carry things on top of the head)
Pemanfaatan ruang…sepertinya sudah menjadi sebagian dari kehidupan mereka…dengan mengisi Galengan atau pinggiran jalan setapak sawah mereka dengan rumput Gajah dan rumput Kolonjono untuk makanan ternak mereka, kacang panjang, Peria, kecipir dan sejenisnya.
Sedang di tanah kecil yg kosong, mereka manfaatkan untuk menanam Cabai, tomat dan terong …sedangkan pagar pekarangan rumah mereka, sarat dengan Pohon Jati yg terpancang gagah, seolah siap melindungi mereka. Dan ternyata Pohon pohon Jati itu juga menjadi Komoditi Penting di Goenoeng Kidoel, karena ,.. hampir di setiap daerah yg kulewati…kulihat penuh dengan pohon Jati
(Javanese Teakwood),..Jati sepertinya sangat di utamakan…terutama di tanah tanah pekarangan dan tanah yg sulit untuk di tanamai tanaman lain, mereka manfaatkan untuk menanam
Jati Unggul, yg praktis, Lima Tahun bisa di tebang dan menghasilkan.
Rasa semilir itu semakin kurasakan, begitu aku menyeberangi Jembatan Sungai
Oya yg kubanggakan itu…jalan mendadak naik,… kemduian turun tajam…itulah gambaran jalan disitu…bahkan hamper di setiap kawasan di Gunung Kidul… mungkin anda bisa membayangkan…saat dulu jalan itu belum tersentuh aspal… berbatu dan sangat sulit untuk didaki oleh kendaraan manapun… karena memang naik turun jalan ini cukup ekstrim.
Di pinggir jalan, sudah kulihat tanda tanda kemajuan yg nyata, ..terutama di sekitar rumah penduduk, yg mulai memanfaatkan keberadaan infrastruktur yg ada, untuk berusaha atau berwira swasta… dari sekedar membuka warung bakso,..warung Kelontong dan Bensin..sampai Warnet, bengkel, tambal Ban dan kedai Pulsa juga sudah ada….berarti.. siapapun yg lewat disitu akan merasa aman…malah di beberapa titik, ada kedai penjual Mie Ayam dan Bakso, …berarti… kehidupan disitu sudah mulai
“Regeng”, atau mulai ramai. Tapi, terus terang, aku tidak menginginkan kehadiran Alfamart atau Indomart disitu……
Tak lama kemudian,..aku melewati
Hutan Eucalyptus di sebelah kananku..tepatnya di desa
Ngemprak , masih asri dan masih cukup tebal…sedangkan di sebelah kiri jalan, berselang selang terlihat Pohon Melinjo, yg lencir bentuknya seperti pohon Cemara.Sementara,… nun jauh disana, hutan itu terlihat begitu hijau,…aku masih bertanya dalam hati… apa pabrik Minyak Kayu Putih itu masih Wujud…aahh… mungkin nanti aku akan menyempatkan untuk berkunjung ke sana, untuk melihat sendiri, keberadaan pabrik
Minyak Kayu Putih itu.
Verse :
Tidak jauh dari
Hutan Eucaliptus ,..segera ku jumpai sebuah pertigaan, dengan tugu kecil di Tengahnya…Papan Penunjuk Jalan mengatakan, yg kea rah kiri atau Utara,… menuju ke
Ngawen…yg Lurus ke
Nglipar…
Karena perutku sudah Ndang nDutan… maka akupun berhenti pas di pertigaan itu,… ada sebuah warung makan…dengan Tulisan : Sedia
Tong Seng, Gule dan Sate Kambing…akupun berhenti untuk menangsal tembolokku. Tanpa harapan, …sama sekali tanpa harapan, bahwa Tong Seng, Gule ataupun satenya akan seenak di Wonosari,.. atau Paling tidak aku tidak mengharapkan Tong Sengnya seenak di tempat
Mbah Kariyo di jl Sumarwi atau
Tong Seng Yu Giah yg tersohor dulu.…
Tanpa membuang waktu,.. akupun segera memesan Tong Seng dan Teh Manis panas….sederhana sekali memang Warungnya… jauh dari kesan sebuah Warung Makan yg Mapan, apalagi mewah…nggak ada kursi disitu… berarti Lesehan… I Like That…. terasa nyaman sekali duduk disitu…semilir angin dari rumpun bambu di belakang menerpa tengkukku yg
sexy ini,..aku bersabdar di tiang bamboo di warung yg berdinding Kepang itu,…meja panjang didepanku Cuma setinggi satu kaki,… pas banget memang untuk lesehan..ada tempat sendok garpu, tissue dan juga tusuk gigi..ermm… cukup lengkap untuk sebuah warung
in the middle of nowhere seperti ini…
Teh Manis pun datang…aku agak nyinyir soal org buat teh…kalau tehnya gak enak memang nggak ku minum…eh..eh.. ternyata,.. tehnya juga enak….
Terlihat di etalase Aluminumnya…hanya beberapa kerat Daging Kambing tergantung.. dan berkesan sangat minimalis…ya hanya etalasenya yg Aluminum,… yg lain hanya Bambu dan kayu…dan aku sempat bertanya pada
mbak Siti, si empunya warung itu…sudah berapa lama membuka Warung itu ? mbak Siti menjawab, bahwa warung itu baru exist belum ada setahun…dan mbak siti sendiri sebetulnya orang Banten… yg ikut Hijrah suaminya, kembali ke kampung halaman suaminya di Goja,
Kedong Poh, Nglipar, Goenoeng Kidoel, Ngayogyokarto Hadiningrat.
Dia bilang… dia merasa lebih tenteram tinggal disini,… walapun hanya sebuah desa.. tapi suasananya sangat tenteram, tidak seperti di Ibu Kota Jakarta, .. tempat tinggalnya sebelum hijrah kesini.
Dengan lancar, dia mulai bercerita membandingkan keadaan sewaktu di Jakarta,… bahwa dia kurang merasa nyaman…dengan keadaan yg selalu dihimpit dan di intimidasi oleh suasana lingkungan tempat tinggalnya, baik dari segi Economi,… maupun dari segi Sosio-budayanya,… yg ternyata dusun
Nggoja,
Kedong Poh,..membuat jiwanya lebih tenteram….jauh dari Intimidasi kehidupan Kota yg semakin kejam dan tidak kenal belas kasihan itu.
Chorus :
Bau Tongseng yg kupesanpun mulai menyengat hidungku… sementara sensor sensor tertentu menghantar data itu dari otak ke perutku yg semakin
“Kemriuk ting krucuk” menahan lapar…erhmmmm… kalau Judging dari baunya…pasti rasanya “
Thotholithem ‘ ini…
Tanpa harus menunggu lama, Tongseng pun segera di hidangkan bersama Nasi Pulen dengan
“Cething” bambu
( Cething : rice container made of bamboo) yg masih berasap…apalagi ?..... perut lapar…di tambah intro bau yg mengundang nafsu….eh… eh… eh…..memang… rasa tongsengnya…asliiiiiiiiiiiiiii…. Uenak Tenan….bumbunya terasa…lada dan semua pelengkap penderitanya komplit plit… uenak…dengan sego Pulen dan Cabe rawit yg baru saja di petik dari halaman rumahnya….
Nggak nyangka,… I’m in the middle of nowhere,….tiba tiba dapat
tongseng seenak itu…. I can’t believe it…lha iya… lha wong warungnya saja…seperti warung temporary gitu lho…..terus akupun menikmati Tongseng dengan nasi itu… seolah olah… sehabis makan aku harus nyangkul di sawah…hehehehehe….dlm bahasa Irlandia
“ Qoqoh Eengon “… kalau bahasa jawanya ya
Kokoh Ingon.., yg biasanya.. sehabis menghabiskan porsi sebanyak itu… terus langsung ke sawah dan nyangkul……
Sambil makan tadi…kami cerita Ngalor Ngidul…sampai cerita soal Rasulan atau Pesta Bersih Desa,… atau mungkin kalau di Barat sana ya Thanks Giving….dia kelihatan antusias banget sewaktu bercerita tentang acara
RASULAN,…acara khas di Goenoneg Kidoel yg setiap taun pasti ada.
Interlude :
Dia cerita soal keterlibatannya nanti di pesta Rasulan itu,…menjadi
Jathilan untuk memperingati hari jadi Dusun
Kedong Poh yg sudah seabad itu, yg nantinya, acara Jathilan itu juga akan di pertandingkan di tingkat Daerah sebagai bentuk semacam Pesta Budaya Daerah….
Aku melihat sebersit kegembiraan dan kebanggaan dari sinar matanya sewaktu bercerita…dia bangga… menjadi sebagian dari
Acara Budaya Tahunan itu…dia merasa di hargai di dusun itu. Dan itu sesuatu yg mungkin jauh dari fikiran dia sewaktu masih tinggal di Ibu Kota, yg kata orang lebih kejam dari Ibu Tiri itu.
Mungkin,… seewaktu di Jakarta dulu…eksistensinya tidak begitu di perhitungkan,… meski sebetulnya, dia punya bakat yg agak lumayan…
Mbak Siti juga cerita, tentang Rasulan yg bakal secara besar besaran di desa itu,… karena bertepatan dengan Ulang tahun atau Hari Jadi desa itu yg Keseratus…..jadi akan di buat semeriah mungkin… dari acara
Wayang Kulit…
Kothekhan Lesung,…juga
Hadrah,..dan tentu saja
Jathilan dan Reog…. Selain dari penampilan kesenian yg merupakan pesta rakyat itu, untuk menandai
SEABAD Dusun Kedong Poh akan diwakili dengan 100
Ingkung (fried or roasted whole chicken, normaly spring chicken, prepared for special celebration, ritual or ocation) untuk menandakan 100 Tahun Desa Kedong Poh tersebut.
Aku mendengarkan penuturan mbak Siti dengan penuh antusias….ya…kegiatan Budaya seperti itu… sudah sangat jarang di Pentaskan di jaman sekarang ini…tidak berlebihan kalau kukatakan, bahwa generasi sekarang… mungkin sudah tidak kenal lagi…mereka lebih kenal dan akrab dengan Game Online, atau SMS dan sejenisnya,…dan ini satu kesempatan…yg mungkin bisa di Manfaatkan Oleh Pemerintah untuk Mendokumentasikan semua kegiatan itu, untuk kemudian di kembangkan sebagai
Aset Budaya Daerah….yg kemudian, bisa dimasukkan dalam Calender Pariwisata daerah,…itupun,… kalau mereka mereka itu mau dan merasa terpanggil…
Setelah menghabiskan satu Cething nasi… akupun segera meluncur kea rah Nglipar…yg jalannya juga masih mulus…dan kegiatan bisnis rumahan mulai terlihat juga disitu…yg mungkin agak disayangkan, …. Kurangnya perhatian pihak Pemda terhadap segala kegiatan penduduk, baik dari segi bisnis mereka dan juga dari segi Sosio Budayanya, yg sebenarnya, terus terang… mereka tumbuh sendiri sendiri, seperti tanpa ada sentuhan… dan juga Planning yg jelas untuk menuju kearah yg lebih maju…
Mas Jul,… suami mbak siti, yg berasal dari Dusun Nggoja itu juga banyak menyimpan gagasan. Tentang bagaimana untuk maju dan ikut memajukan desa tersebut, supaya pertumbuhan ekonominya jauh lebih baik dari sekarang.
Pemanfaatan sumber alam yg ada, dan bahkan belum banyak di kelola, ataupun di beri perhatian khusus oleh pemerintah, yaitu Potensi Kerajinan Bambu, yg bahan mentahnya cukup berlimpah. Juga mungkin,
Industri Pakan Ternak yg memang bahan mentahnya selama ini banyak ikut dinikmati oleh daerah daerah tetangga Gunung Kidul.
Potentsi potensi besar itu, hanya seolah olah seperti Swa sembada masyarakat…dan kembali aku salut dengan upaya mereka. Walaupun dengan segala kesederhanaan mereka, dan mereka sudah kuanggap berhasil memajukan diri mereka pada taraf yg lebih tinggi.
Apalagi, kalau Pemda ikut memberikan sedikit perhatian, terhadap Potensi potensi yg ada tersebut, …dengan sedikit usaha,…seperti memberikan
Fasilitas Kredit Usaha Kecil atau yg semacamnya, bekerja sama dengan Bank yg ada,... aku yakin sekali, … Gunung Kidul akan lebih di perhitungkan di masa yg akan datang.
Coda:
Memang sering sekali,… aku dengar gembar gembor soal Potensi potensi ini,…tapi kalau Potensi potensi ini tidak diberi perhatian dan di sosialisasikan dengan cara yg betul…dikelola dan di kembangkan dengan baik,… maka tidak ayal lagi… potensi potensi yang ada itu, hanya sekedar tinggal Potensi untuk menggigit jari…atau dengan kata lain,… kalau yg namanya
Badan, yg seharusnya mengurusi rakyat hanya sibuk mencari duit untuk
setoran ke Pihak yg mencalonkan mereka,… maka sekali lagi…niat Mulia itu hanya sekedar hembusan
Angin Syurga….ironis sekali….dan sangat Demokratis kedengarannya.
Mungkin masih banyak cara untuk difikirkan, bagaimana, supaya pertumbuhan masyarakat itu bisa seimbang…dalam segala hal..jangan Cuma kita gembar gembor kesana kemari,…tanpa ada rencana yg jelas.
Barangkali ada baiknya,… kalau sekali sekali… orang orang di pemerintahan dan orang orang yg duduk di Badan yg Mewakili Rakyat itu,.. bisa melihat, mengidentifikasi, duduk berbincang dan mencari solusi dengan
perencanaan yg baik, dengan
Roadmap yg jelas, proposal yg jelas dengan
ROI (Return Of Investment )yg terperinci, tanpa itu,…bagaimana akan menjual Gunung Kidul kepada para Investor dan juga para Wisatawan. Atau mungkin, sebetulnya mereka sudah tau ? tapi keblinger dengan urusan urusan yg bagi mereka jauh lebih penting di banding menjalankan tugas mereka ? ….. memang Wajib untuk di pertanyakan,..sejauh mana Tingkat Kepedulian Mereka terhadap hal hal, yg seharusnya mereka fikirkan dan mereka kerjakan untuk Rakyat,…karena mereka wakil rakyat… yg tugasnya mencari Solusi untuk setiap
Kebuntuan yg dihadapi rakyat….karena memang mereka
Abdinya rakyat…..
Mungkin…. salah satunya,… yg tidak kalah penting, yaitu usaha PEMDA, untuk selalu meng
Up Date Website Pemda Kabupaten Gunung Kidul dengan
Data serta
Keterangan yg lebih
akurat, dengan
gambar yg lebih baik… dan dengan Info yg lebih jelas…website-nya jangan berkesan,.. asal ada. Dan mempunyai Website yg bagus… itu juga perlu dana,… jadi
dana yg dialokasikan untuk keperluan itu,
juga harus di gunakan untuk kepentingan itu….bukan untuk yg lain…karena sekarang,.. jamannya orang mencari info langsung dari Internet…dan mengelola sebuah website, juga memerlukan keahlian khusus dan tidak murah, jadi..kalau ada yg berbaik hati untuk membantu,.. maka
berilah imbalan yg sewajarnya, sesuai dengan keahliannya.
Mengurus web site itu juga memerlukan keahlian khusus…..nah… sudah menjadi Kewajiban Pemda, untuk menyediakan Info itu kepada masyarakat dan juga kepada org luar yg ingin tau dan perlu info tentang Gunung Kidul…ini zaman
IT (information Technology),… bukan lagi Zaman Lurah masih Buta Huruf…..kalau perlu, terapkan
Single Entry Point,… jadi begitu org
Click Gunung Kidul, semua Info yg diperlukan akan tersedia…dari soal kependudukan, kerajinan, budaya, sampai pariwisata dan sebagainya,…tentu saja, itu juga memerlukan
kerja sama antar instansi yg ada di Pemda, untuk memberikan Info yg terbaru dan komplit, serta
Up To Date.
Oleh sebab itu, perlu sekali memonitor rencana, pelaksanaan dan hasil kerja setiap Kedinasan yg ada di Pemda Gunung Kidul, supaya,..semuanya terkendali dengan baik…dari Rencana, Pelaksanaan, Target, dan Pencapaian atau progress nya. Road Map setiap Dinas yg ada juga harus jelas dan terus terpantau. Harus di terapkan sistim
PDCA , Plan;Do;Check dan Action.
Alangkah bagusnya, kalau dari setiap sektor yg di masukkan dalam Website itu, di sertai dengan Rencana kedepannya… targetnya apa..dan apa usaha yg telah dilakukan oleh masing masing pihak yg berkenaan dengan itu, sejauh ini.Serta sampai dimana pencapaian mereka sejauh ini, dan sertakanlah peran rakyat kearah itu.
Ini soal
tanggung jawab yg mereka Pikul di pundak mereka dan juga
amanah yg di berikan oleh
Rakyat kepada mereka mereka yg memimpin itu. Peran apa yg seharusnya mereka mainkan ? dan sejauh mana pencapaiannya hingga kini, dan berapa jauh bisa sampai ke tahap
pencapaian target itu nantinya.
( emang targetnya ada gitu ? )
Ini persoalan yg serius..dan harus ditangani oleh orang orang yg memang mau dan bersedia untuk bekerja kearah itu, sesuai dengan keahlian masing masing. ……..Tepuk dada, …Tanya selera.
Seharusnya persoalan itu akan begitu gampang di tangani oleh
orang orang Pinter dari partai partai Pinter yg begitu perduli rakyat dan orang orang yg merasa mampu me
Manage sebuah daerah yg seharusnya bisa jauh lebih baik dari yg kita lihat sekarang. Sewaktu aku masih kecil, pada waktu itu, yg menjadi Bupati Gunung Kidul adalah KRT Djayadiningrat. Karena letak Gunung Kidul yg tidak dilalui jalan Lintas Provinsi, dan akses ke kota besar masih sangat terbatas, atau tidak berlebihan, kalau kubilang semi terisolir,..karena memang infra struktur belum sebagus sekarang,…pada waktu itu, Gunung Kidul sudah menerapkan system OVOP, yaitu,
One Village One Product, yg sekarang baru di gembar gemborkan oleh daerah lain.
Ada
Kajar dengan Pande Besinya
( Black Smith ), ada Munggi dengan Pasar Polowijonya,… ada Ponjong dengan Lumbung Padi dan Ikan air tawarnya,..ada Patuk dengan Sayurannya, dan dari bagian selatan hasil Ubi Ubian dan kacang kacangan sangat beragam, yg sekarang mungkin bahkan tidak di kenal oleh Generasi muda masa kini.
Pertanyaannya sekarang,… apakah mereka pernah berfikir kearah itu ? atau justru mereka larut dalam kesibukan urusan Kepartaian yg langsung tidak pernah mencerminkan keterlibatan mereka dengan rakyat kearah itu ?
Akupun nggak mau larut disitu,… terbersit sedikit kekecewaan di hatiku…
(sedikit ?.. banyak ‘kali ) kalau memang sebuah Demokrasi itu mampu memberi perhatian yg lebih baik, lebih terencana dan lebih maju, aku akan sepenuhnya mendukung system itu,……ternyata,…aku salah…yg kulihat,… kalau memang iya… semakin Demokratis,.. seharusnya,.. koordinasinya semakin jelas…aaaahhh… ternyata, itu hanya permainan
Politik murahan…bagaimana mau terkoordinasi dengan baik ? kalau Presidennya dari Partai yg tidak sama dengan Partai yg di anut Gubernur dan Bupatinya ? dan setau aku, setiap partai mempunyai kebijakan yg tidak sama. Jadi Negara ini di selenggarakan dengan system yg nggak begitu jelas koordinasinya. Bagaimana seorang Gubernur mau sehaluan dengan Presidennya, sedangkan mereka berasal dari Partai yg berbeda ?...sedangkan yg berasal dari satu partai aja , mempunyai pandangan dan kebijakan yg tidak sama.
Itulah yg mereka sebut dengan kata yg manis
“ Demokrasi “…yg pada hakikatnya… underannya masih di sekitar Duit dan duit…mau jadi Calon,.. harus punya duit… calon apapun itu… dari Calon PNS, .. calon Polisi, Calon Legislatif,.. Calon Bupati dan lain lain…Demokrasi itu ternyata hanya sekedar sebutan
pemanis untuk sebuah permainan yg sungguh
tidak mulia dan jauh dari kategori Bagus dan bersih.
Pemilihan yg dianggap sangat demokrstis itu, tak lain tak bukan juga cuma bertendensi duit. Pada akhirnya,…sebuah Kegiatan yg bernama Demokrasi,… ujung ujungnya…persisssss,.. seperti Bisnis. Cari duit untuk Nyalon..setelah terpilih,..taun pertama sampai taun ketiga,..ngumpulin duit untuk
mbayar modal nyalon tadi..dan tahun tahun terakhir di jabatan,.. ngumpulin duit untuk nyalon lagi di taun depan…dan penuh dengan embel embel sponsor dan kepentingan kepentingan pembagian jatah projek untuk para sponsor …. Sekali lagi, it’s just another soap opera ,dan Sinetron bermutu rendah yg selalu kena kejar tayang
….Mbelgedezzzzzzz…….
Jalan Lintas Pantai Selatan ( from Imogiri …to Nglindur )
Intro :
Pohon
Orok Orok itu sudah mulai berbunga…kuning..memenuhi kedua belah jalan yg kulalui,…persis seperti musim semi yg baru tiba…meliuk liuk mengikuti irama pawana, yg berhembus agak kuat siang itu….semilir,…dan membuai……
Kata orang orang tua dahulu,… kalau pohon orok orok sudah mulai berbunga,.. itu tandanya musim
Bedhidhing sudah di ambang pintu…berarti…hujan sudah akan jarang sekali turun…atau tidak turun sama sekali,…sekarang sudah memasuki Bedhidhing
Kapuk Pecah… yg menandakan Pohon Randu yg sudah mulai pecah Kapuknya,..itu permulaannya… dan nanti segera hadir Bedhidhing
Kembang Gudhe,…waktu siang agak panas,… tidak lembab dan semilir, … tapi diwaktu sore hingga malam,… akan terasa dingin sekali….dan memang itu sudah kurasakan beberapa hari ini…dingin sekali diwaktu malam….bahkan lebih dingin dari Kota Bandung di waktu malam..
Sesekali kulewati beberapa orang menenteng galah yg panjang di sepanjang jalan,…dan aku berhenti untuk bertanya… rasa ingin tauku mengusikku…penasaran itu terjawab,… ternyata,.. mereka adalah Pasukan Pencari belalang. Untuk apa ?... untuk dijadikan Lauk…kalau digoreng,… gurih rasanya seperti Udang…dan harganya ternyata lebih mahal dari harga daging sapi….
Banyak memang serangga yg di konsumsi oleh penduduk Gunung Kidul.
Belalang itu salah satunya. Ada lagi
Ulat Jati, Olan Olan Turi yg penuh dengan Protein itu
( dan Kolesterol tentunya ), ada lagi
Laron,… tapi jenis yg ini hanya ada di musim Hujan…keluarnya dari tanah,.. yg pasti itu termasuk keluarga rayap…dan mungkin masih banyak lagi jenis serangga yg di konsumsi oleh masyarakat Gunung Kidul . Aneh ? aaaahhh… biasa biasa saja….di sini itu hal yg lumrah sekali…dan tidak melanggar Hukum kok…mungkin justru bisa di kembangkan, menjadi wisata Kuliner Gunung Kidul, dengan Menu :
Fried Crispy Grasshoper with mashed potato ; Grilled Caterpilar with Tapioca French Fries?
Teak Worms Frittes with steam Sweet Yam ,….hehehehehehe…..
(Jangan Lombok ijo ‘kali )
Chorus :
Aku mengawali perjalananku dari Wonosari, kearah Paliyan melewati desa Siraman… tidak melalui Playen. Karena memang aku sengaja ingin mengimbas kenangan masa kecil, sewaktu masih belajar berenang di Sungai di dusun Siraman itu. Tidak ada Swimming Pool ukuran Olympic, .. yg ada hanya sebatang sungai itu, dan disitulah Swimming Pool kami, Water Park kami dan juga tempat mancing kami.
Tidak jauh dari tempatku biasa berenang, ada beberapa mata air di bawah Pohon Beringin yg besar,… nampak mata air itu keluar… jernih sekali…sekarang… diatasnya sudah ada jembatan dan jalan tembus untuk
Outer Ring Road Kota, untuk jalur Bus dari arah Terminal,… dan..dulu,… menjelang Bulan Puasa, orang akan mandi disitu untuk membersihkan diri dan bersiap untuk menjalankan ibadah Puasa, yg istilahnya,
“PADUSAN” atau Pemandian, untuk membersihkan diri, sebelum mulai menjalankan Ibadah Puasa di bulan Suci Ramadhan
Aku melewati Desa
Sodo, dimana ,…disitu terletak makam
Ki Ageng Giring yang terkenal itu. Kalau orang menyebut Dusun Sodo, maka orang orang lama akan teringat
Babad Dalan Sodo, yaitu sejenis
Pilgrimis Journey juga, tapi ala Jawa, yg banyak masih di lakukan oleh orang orang tertentu, dengan istilah,
Tirakat Ngalap Berkah.Yg prosesnya bagaimana, saya sendiri belum pernah ikut…katanya,.. dulu orang pakai acara Puasa segala,.. dan tirakhat, tanpa tidur semalaman,… berjalan kaki dari rumah sampai ke tempat itu,..
( my mom used to do that, long time ago)..
Walaupun ada Papan Tanda,… sepertinya, mereka menganggap orang sudah tau,…karena papan tandanya nggak begitu jelas..Cuma satu papan tanda yg tidak diikuti oleh papan tanda berikutnya untuk memandu orang yg akan kesitu…tentu saja, kalau penduduk disitu, pasti tau…Cuma dalam hemahku,… Papan Tanda itu gunanya untuk memandu orang yg tidak tau ke tempat yg dituju….
Jalannya mulus,.. beraspal…dan volume kendaraan yg lalu lalang juga sudah tinggi… berarti, mobilitas penduduk sudah lumayan lancar. Setelah melewati Desa Karang Asem, aku segera memasuki sebuah Hutan Eucalyptus …ternyata tidak Cuma di Utara ada hutan eucalyptus…disini juga ada…
Setelah beberapa saat, aku tiba di persimpangan,… sebuah Pekan Kecil yg cukup lengkap sebetulnya.
Paliyan..yg sebenarnya , sewaktu aku masih tinggal disini, tempat itu sangat jarang ku kunjungi. Sepertinya, pada waktu itu, sangat jauh. Mungkin karena akses jalannya yg belum sebagus sekarang, tapi juga mungkin karena masih langkanya Kendaraan umum pada waktu itu, kecuali hari
Pasaran.( it’s a market day from a Javanese Calender, where one week is consist of 5 days instead of 7 days in a modern calendar and devided into several areas for the market day in a week )
Tidak berapa jauh dari situ, ..ada sebuah Camp Tentara, atau semacam Pusat Latihan Tempur. Yg mungkin keberadaannya juga belum lama. Terlihat bentuk bangunannya juga bukan berupa bangunan yg tua…
Beberapa menit kemudian,… aku sampai di dusun
Sodong, dimana,.. disitu ada Suaka Margasatwa,
Kera Ekor Panjang..ngomong ngomong soal Kera Ekor Panjang, yg selama ini, meresahkan rakyat, karena merusak tanaman masyarakat petani, … tapi,…ada cerita unik di sebalik itu, yg dituturkan oleh sahabatku,
”Mas Didit”, yg juga seorang Wartawan, tentang kisah Kera Ekor Panjang ini.Yang kebetulan, beliau sedang meliput berita pada waktu kejadian itu. Dan akan ku ceritakan di Segmen-segmen di bawah nanti.
Tanpa kusadari, aku sampai di persimpangan empat, dengan papan tanda, kalau kekanan ke
Panggang dan Imogiri,.. kalau terus ke Pantai
Ngrenehan dan Pantai Ngobaran……kalau kekiri ke
Pantai Baron…akupun membelokkan motor bututku ke kiri, mengikuti petunjuk jalan kea rah Pantai Baron… jalan yg mulus itu, tiba tiba hilang, berganti dengan jalan yg sedang di perbaiki, seperti penaikan taraf dan juga sepertinya kerja peninggian jalan…sepanjang sekitar 5 km, sampai Desa Trowono..
Agak terkejut dan bingung,..sesampainya di Trowono, aku dihadapkan pada pemandangan yg agak
Nylekuthis,(ugly) tepat di pertigaan sebelum Pasar Trowono, ada sebuah Alfa Maret ? aku lupa.Alfa atau Indo.tapi kehadirannya disitu, cukup menyayat hatiku…dengan pertanyaan,… apakah sudah perlu sekali,
Franchise Kelonthong itu harus ada di situ ? apakah tidak ada kebijakan dari Pihak
Kecamatan setempat untuk melindungi para Peniaga kecil ? atau warung kelonthong kecil ? atau bahkan
Pasar Tradisional yg tepat di depan mata ? …apakah dengan kehadiran mereka disitu itu, akan menjadikan
Trowono semakin lebih kelihatan seperti kota ? …banyak ternyata yg tidak kufahami,…sedangkan, Wali Kota Solo, …karena kegigihannya mempertahankan dan melindungi pasar tradisional dengan tidak memberikan Izin Usaha untuk Franchise besar, malah di bilang Goblog sama Gubernur Jateng,
Bibit Waluyo…yg goblog siapa sekarang ?.....jumawa sekali tindakan Bibit Waluyo itu,…keblinger dan nggak ngeh…istilah sekarangnya. Jauh sekali dari arti namanya,…Bibit Waluyo…”benih kesehatan” eh malah menabur Bibit kehancuran…
Kalau di Wonosari,… aku maklum..tapi kalau di daerah kecamatan,.. menurut hematku, nggak perlu harus ada Franchise Kelonthong itu…kasihan pedagang warung kelonthong yg kecil…ini sudah seperti ibaratnya kasus Homocide… penjajahan dan pembunuhan yg terang terangan…dan sekali lagi…aparat tidak dan
kurang peka terhadap perlindungan usaha kecil rakyat setempat…yg akhirnya akan di
Caplok oleh pemodal pemodal besar…korbannya ? Rakyat lagi….
Kekecewaanku kubawa pelan pelan menyusuri jalan Pantai Selatan kearah
Pantai Baron.
Tak berselang lama, akupun sampai di
Gerbang Restribusi di depan Pertigaan jalan ke Pantai Baron. Aku berhenti untuk membayar, tapi … mungkin karena wajahku yg
kummel ( diadopsi dari bhs Jerman yg artinya, ireng , uelek dan lethek ), seperti habis
Ngarit, akupun bebas membayar restribusi..mungkin yg jaga melihat wajahku merasa kasihan…aku bersyukur juga,..ternyata,.. wajah
“Kere Memelasku” itu kadang banyak membawa berkah juga… restribusi gratis, …thank God..yg sebetulnya, uang di kantongku juga pas pasan buanget…org bilang.. Tuhan itu menyayangi Umatnya… (
I Really Like those words,… I don’t know why )… dan Gusti iku ora Sare
( God never sleep, maybe God is too busy answering all those e-mails )
Akupun melanjutkan perjalananku kearah Pantai
Kukup,..naik dan turun bukit…begitu melewati Kukup…terlihat birunya garisan Pantai…aku merasa
at home banget…tarian daun daun
Pandan Karang yg berjuntai meliuk liuk di permainkan angin laut selatan yg asin, diiringi Simphony Ombak dan riak laut yg saling meningkah…memainkan melody alam yg begitu harmonis….satu dinamika yg sudah lama sekali tidak hadir dalam rutinitas kehidupan seharianku….
Pantainya berpasir Putih,… bau ikan bakar… senandung Nelayan yg sedang duduk di anjungan perahunya sambil sibuk menyulam jala dan pukatnya yg berlobang…terlihat beberapa orang berbaris di pantai, sambil memegangi
Joran Pancing yg panjang, sepertinya tidak begitu perduli dengan sengatan mentari dan terpaan ombak pantai selatan di siang itu…aaaah… sebuah sketsa yg dimataku sungguh sangat sempurna….sangat mengujakan…..Terima kasih ya Tuhan, …karena aku masih Kau berikan kesempatan untuk menikmati sebagian kecil kebesaranmu ini….
Pantai demi Pantai kulewati,… ada Pantai Sepanjang,…Pantai Drini,..Pantai Krakal,.. Pantai Ngandong,..Pantai Sundak,…Pantai Sadranan…. Dan aku merapat di Pantai Indrayanti….manis sekali kedengarannya, nama pantai ini,… Indrayanti…seperti nama seorang Putri, yg konon, menurut cerita penduduk setempat:
“Dulu… ada seorang dara dusun yg cantik jelita bernama
Raden Roro Indrayanti, ..yg kebetulan anak seorang
Ponggawa di dusun itu, bercinta dengan seorang pemuda dusun yg derajatnya dianggap jauh di bawah derajat seorang Ponggawa pada waktu itu, pokoknya kere
( just like me )… karena dipaksa akan dikawinkan dengan seorang anak Bupati dari daerah lain yg berpangkat dan kaya raya,… demi kesetiaan cintanya pada pemuda dusun itu, Raden Roro Indrayanti pun nekad hendak menghabisi hidupnya,.. maka,… diapun menuju laut kidul dan menghanyutkan diri dan cinta sucinya di pantai itu karena tidak rela akan dikawinkan dengan pilihan kedua orang tuanya, adapun pemuda dusun itu karena frustasi, diapun memutuskan untuk tidak kawin dan menjadi seorang pertapa dengan julukan,
Kiai Selo Samodra.Dan dari hikayat itulah, maka, Pantai ini di namakan
Pantai Indrayanti, mengambil nama dari
Raden Roro Indrayanti.”
( hahahahaha, sinetron banget )
Menurut penuturan beberapa orang yg sering lewat disitu,.. kalau tengah malam, ada cewek cantik,.. mau numpang di sekitar pantai itu,…hati hati aja…mungkin itu Raden Roro Indrayanti….yg kata org yg pernah ngasih tumpangan di mobilnya,…ketika ditanya, namanya siapa ?,.. dia menjawab “ Nama saya Yanti “…rumahnya dimana mbak?..passti dia menjawab “ ooh.. rumah saya Kidul Mbaron mas “… nah loh… Kidul mBaron kan Segoro Kidul ?.....
Indrayanti……Pantainya terentang sepanjang 3 Kilometer,..berpasir putih dan berpagar Pandan Laut di Ujung Air pantai……ada beberapa Challete atau Cottage untuk penginapan di pinggir pantai,…sayang…Listrik belum menjamah pantai itu, sehingga, para pengusaha pantai masih mengandalkan Gen Set mereka untuk penerangan di malam hari…
Beberapa Chalette yg terbuat dari kayu,nampak memagari Pantai di depan deretan pandan laut yg kokoh tegak mencengkeram garisan pasir pantai. Beberapa pohon pinus berbaris di sepanjang jalan tepian pantai, yg merupakan jalan menyusuri Pantai Selatan dan menghubungkan Pantai Pantai yg berada di Kabupaten Gunung Kidul,.. dari Kecamatan Panggang di Barat, .. hingga Kecamatan Girisubo di ujung Timur.
Aku sempat berangan, … seandainya Pantai yg indah ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas, termasuk Listrik dan juga Air Ledeng, mungkin akan jauh lebih baik. Beberapa fasilitas permainan anak anak bisa di bangun disitu,… atau bahkan dengan sedikit investment, bisa juga diwujudkan sebuah
Water Park yg mungkin akan lebih menarik para wisatawan.
Idealis memang…tapi kalau tidak diusahakan kearah itu,.. maka, sekali lagi,… Potensi itu hanya tinggal Potensi untuk
Gigit Jari saja.
Sebuah Camping Ground, yg di fasilitasi dengan Air Ledeng dan Listrik, pasti akan memberikan banyak kemudahan bagi para Wisatawan. Tidak salah,… kalau kita memulai Trend Baru… sebelum daerah lain memanfaatkan Potensi mereka untuk kegiatan yg sama seperti itu….alangkah baiknya,.. kalau Week End… orang orang dari Wonosari, pada pergi ke Pantai dan Camping disitu…sebuah Trend Baru…yg pasti akan banyak orang luar Gunung Kidul yg juga akan datang….memandangkan, kita mempunyai lebih dari Sepuluh Pantai yg berderet. Tentu itu akan menjadi tarikan tersendiri dan segera akan bisa diwujudkan sebuah Paket Wisata untuk anak anak, dengan kereta api ala Pasar Malam dan Odong Odong.. untuk menikmati pantai….
tapi,… sekali lagi,.. ini hanya sebuah Impian…
Setelah puas menikmati Indrayanti,…akupun pelan pelan melanjutkan perjalananku kearah timur…beberapa Pantai sempat kulewati…yup.. panta pantai Baru…yg sewaktu aku kecil.. belum tersentuh Infrastruktur…jadi hanya sekarang bisa di kunjungi..
Di pinggir jalan,..aku melihat kegiatan penduduk di ladangnya,..ternyata ini music Nggaplek,..yaitu waktu, dimana para penduduk menguliti Ubi Kayu dan di jemur di merata tempat sekitar ladangnya untuk di buat Gaplek,..jadi istilahnya Nggaplek.
Mungkin karena keberadaan jalan yg mulus itu, penduduk di situ mulai memanfaatkan pinggiran jalan untuk berjualan kecil kecilan…aku berhenti sejenak ..rasa ingin tauku hadir …untuk sekedar ingin tau…selain Belalang, apa yg mereka jual…aku agak terkejut…ada Sirsat
( durian belanda ), ada Srikaya, ada pisang..
Akupun segera merapat dan mulai makan Srikaya…sepertinya sudah seperempat abad aku nggak makan Srikaya…manis…yup manis sekali…aku kurang begitu pintar untuk menggambarkan…buah yg menyerupai Granat itu kok enak ya ?...dan aku belum menjumpainya di daerah lain…
Setelah berjalan beberapa kilometer.. akupun sampai, tepat,.. di depan Balai Desa Balong,…ada pertigaan disitu,…akupun membelokkan Si Hitam bututku ke kanan, .. kearah selatan…ke dusun mBalong…kampung halamanku…
Jalan setapak
Swasembada masyarakat yg berupa
Semen Cor dua garis itu…membawaku hingga depan rumah Nenekku…sepi…didepan ada kotak yg yg dilekatkan di pohon,..terlihat seekor kera yg di rantai sedang asyik main PS 3,… hehehehe…di depan rumah limas itu..terlihat sebuah silinder besar dari semen..untuk tadahan air di musim hujan, dengan talang yg mengarah ke mulut Tadahan tadi dari atap rumah…
Beberapa sangkar burung nampak tergantung di sepanjang rumah depan… ada burung
Jekithet,.. ada beberapa
Tekukur,.. ada burung
Perkutut…tiada kicauan..sepi…hanya suara sembribit angin dari arah Pohon Petai besar di pinggir rumah…dan sesekali suara lenguhan Sapi Metal
,( sapinya penganut aliran music death metal ) di tanah bekas Rumah Nenek Buyutku itu…aku melangkah menyusuri jalan setapak itu kearah
ngGumuk tempat saudaraku tinggal..juga tiada suara…aaaahhh,… sepertinya semua orang pada pergi ke lading,… ngGaplek…
Akupun masuk lewat pintu dapur,.di depan kandang..yg memang tidak pernah dikunci itu,…kubuka pintu pelan pelan…masih dapur yg sama..yg mereka gunakan setengah abad yg lalu…berlantai tanah,…
Pawon,..
Tungku Batu bermulut Tiga itu masih disitu,.. dan masih digunakan..sebuah kendi untuk air minum yg di sangga dengan bamboo juga ada disitu…tidak ada lantai keramik,..tidak ada Kompor Gas,… tidak ada Water Dispencer,..tidak ada Kulkas….tampah yg digantung dengan tali di Blandar dapur itu berisi
Thiwul (tapioca rice)…belum terlalu dingin…berarti…belum lama mereka pergi…
Diatas Para-para dapur… tergantung jagung jagung kering,.. Gaplek kering yg diikat dengan tali bamboo, Jawut,.. Canthel…yg sudah berwarna kelabu.. karena asap dapur…dan tepat disudut dapur, ada sebuah
Genthong tempat air yg ditutup dengan Papan, lengkap dengan
Siwurnya…sedangkan, di depan Tungku Batu …ada sebuah Meja kecil dan
Amben ( a bed, with flattened bamboo on top ) dan di amben itu, biasanya mereka berkumpul makan,..sebuah termos buatan China yg usianya mungkin sama dengan usiaku,..ada di atas meja kecil itu..beberapa buah kaleng usang bekas susu berjajar disitu,.. sebagai tempat menyimpan Teh,..Gula Pasir,… Gula Batu dan juga Kopi…
Perbedaan yg nyata,..mungkin hanya keberadaan Listrik…sedangkan kebutuhan air mereka,..masih sama susahnya,.. seperti
Lima Puluh taun yg lalu..mencari air berkilo meter jauhnya… atau menunggu Tangki Air yg datang dan beli… subsidi memang ada… tapi jauh dari jumlah yg mereka perlukan setiap hari…masih berhadapan dengan masalah yg sama,…bila kemarau tiba..maka Air jauh lebih berharga dari seekor lembu…jika perlu… mereka membeli beberapa kaca mata Hijau untuk di pakaikan ke ternak mereka, supaya ternak mereka fikir, daunan kering itu daun yg segar dan hijau…ironis sekali….
Berapa taun Negara kita sudah merdeka ?...cerita lama itu masih tetap berkumanadang…dan orang orang yg terhormat itu,…masih juga menjadi
Maling Elite dan gembar gembor tentang kepedulian mereka terhadap rakyat, .. terhadap kawulo cilik….Kadang aku berfikir, ..ya Cuma fikiran wong cilik,..kalau Biaya yg dipakai untuk kerja Mubazir, seperti menembok keliling
“ Bangsal Sewoko Projo” itu digunakan untuk itu,..tentu salah satu desa yg kekeringan air sudah mendapat Air Bersih dan “Ledeng “….tapi tentu saja, menembok Keliling Bangsal Sewoko Projo yg menjadi lambang “Kegagahan” aparat itu, jauh lebih penting….Preeeeeeeeeetttttt !!!...
Soalnya, uang projeknya juga gede,.. jadi yg masuk kantong juga gede…urusan kesejahteraan Rakyat kan nomer lima belas. Pertanyaannya… Bukankah, menjadi keweajiban Negara ( Pemerintah ) untuk menyediakan keperluan pokok Rakyatnya ? apa lagi, ini yg namanya AIR …seharusnya Pemerintah lebih sensitive dengan soal soal seperti ini.
Perutku terasa lapar,…akupun segera mencari piring seng yg kualasi dengan daun jati untuk menambah aroma Thiwul yg masih hangat itu…ada beberapa beberapa
Peraga Gerabah (Cooking utilities, made of terracotta) diatas Pawon,..kubuka..dan ternyata, Sayur Cabe Hijau kesukaanku,…ada opor Tahu..yg masih hangat..dan di samping Chething Thiwul diatas tampah , ada belalang goreng…erm….ini mewah banget… lengkap….dan mak nyus…setelah menjamu selera….tanpa menunggu lama..akupun terkapar di
bale-bale rumah depan…dengan semua pintu kayu terbuka, untuk menjaring semilir angin yg bertiup……makan sedap.. kenyang…angin semilir…apalagi ?.... hehehehe tiduuuurrrrrr………
Hari sudah agak sore…dan angin yg bertiup terasa semakin dingin…aku membuka mataku perlahan…dan didepanku… duduk sepupuku…tersenyum..dan bertanya…” Kapan kamu sampai ? “… aku menjawab ..” Tadi…aku masuk dari dapur… makan kenyang, terus tidur….” ..masih dengan senyum..dia bilang “ Bangunlah…sudah kubuatkan teh panas…” sambil memijit mijit kakiku.
Tanpa sadar aku segera membuka mataku dan bingkas bangun…duduk di pinggiran bale bale…sembari
Loading memoryku setelah bangun tidur….sepupu iparku yg berikat kepala duduk di depan pintu memegang arit sambil mengamati burung burungnya,dengan rokok klobot yg sudah basah masih lekat menempel di ujung bibirnya…diapun tersenyum memamerkan sebagian giginya yg sudah berlobang dan agak kehitaman dilekati nekotin rokok lintingan yg sudah menahun.
Setelah bercerita ala kadarnya,..akupun segera minta diri, pamitan untuk melanjutkan perjalananku…kususuri jalan setapak yg memotong pinggir desa lewat tepi bekas telaga yg sekarang sudah kering..menuju desa nJepitu…dan kuakhiri perjalannku hari itu…di Wedi Ombo… sebuah Pantai yg paling sering ku kunjungi ketika aku masih kecil dulu…..
Wedi Ombo, memang sudah lain sekali di banding dulu, ketika aku masih kecil dan sering camping disana…belum merupakan sebuah pantai yg accessable pada waktu itu… bahkan,..kami seperti memiliki seluruh pantai waktu itu. Karena belum menjadi pantai yg bisa di kunjungi…karena jalannya, dan juga letaknya yg berada di bawah bukit itu…
Aku berdiri diatas bukit memandang pantai yg berada di teluk itu…masih sepi memang,… Cuma sudah ada beberapa rumah kecil di tepi pantai…ada sebuah kedai kopi di depan tempat parkir yg dijaga oleh sepupuku itu….
Ujung teluk yg menjorok kelaut itu Nampak seperti benteng yg melindungi pantai itu dari Laut lepas Samudera Hindia yg ganas dan berombak besar itu.
Ombak sedang besar,..angin begitu kuat meniup Kitiran dan mendengungkan Sendaren di atas bukit di sepanjang teluk selatan itu.
Musim Tuna sepertinya sudah berlalu…terlihat beberapa
Jungkung nelayan masih keluar masuk untuk mencari ikan,..mungkin, sekarang sedang musim ikan kerisi, kembung atau ikan selar. Terlihat dari jauh beberapa orang berderet di tepi pantai dekat teluk ,memegang joran panjang memancing ikan Cermin.
Dengan perlahan, kuturuni tangga bukit menuju pantai. Sepi,..sunyi..hanya suara beberapa orang pemancing yg mendendangkan
Megatruh sambil memegangi joran yg panjangnya tiga depa itu…
Aku berdiri di bawah pohon Ketapang tua yg berdiri teguh di mulut jalan setapak yg sekarang di penuhi dengan kedai musiman itu. Aku bertanya pada seorang tua yg sedang memotong rumput disitu,… kenapa kedai kedai ini tidak buka ?,… dia menjawab, kedai kedai ini hanya buka, dari hari Jum’at, sampai hari minggu dan hari libur panjang… selebihnya…sepi,..seperti layaknya dusun yg ditinggal pergi penduduknya….Sunyi,..Sepi…nglangut…dan celakanya,.aku suka itu….
Sebuah Gazebo berdiri di situ… diantara batu batu hitam besar, yg berselerak di sekitar pohon Ketapang itu. Aku duduk di batang pohon yg jatuh menjorok ke pantai…kurogoh kantongku untuk mengambil rokokku yg sudah sempat menganggur beberapa jam itu.
Beberapa ekor kambing, Nampak sedang beristirahat di Gazebo setelah kenyang meragut dedaunan di kaki bukit. Sepertinya, mereka ikut menikmati nyanyian ombak laut yg membelah bukit bukit yg mengelilingi Pantai Wedi Ombo.
Menurut penuturan tuan empunya kedai kopi di depan tempat parkir, ada sebuah lagi pantai tak jauh dari situ, namanya
Pantai Watu Lawang, yg sekali lagi, menurut penuturan dia, akan di bangun sebuah Hotel Mewah disitu. Semoga saja, dengan kehadiran si Hotel Mewah itu, akan membawa sedikit tambahan rezeki bagi penduduk sekitar pantai, tanpa harus merusak Lingkungan. Karena, membangun Hotel atau Resort tanpa memperhatikan soal penjagaan Lingkungan Hidup, maka keindahan yg ada ,akan sia sia.
Jangan sampai, maksudnya
membangun,.. tapi malah membawa
kebinasaan. Design yg bersatu dengan lingkungan alam sekitarnya,akan sangat membantu terwujudnya
Harmony.. serta sistim pembuangan dari Hotel, jangan sampai,.. membawa sebarang kerusakan pada
Lingkungan.
Dengan perlahan, aku menaiki tangga , sambil sesekali menghisap rokok yg bertengger di ujung bibirku. Sesampai diatas,..aku membalikkan badanku,.. berdiri tegak,.memasukkan kedua tanganku di saku jaketku dan berkata dalam hati. “ semoga,..10 tahun kedepan,.. aku akan masih bisa menikmati Pantai ini, seperti apa adanya, tanpa ada hiruk pikuk kemajuan, yang justru ikut membawa kemusnahan pada alam dan lingkungan”. Aku menarik nafas perlahan, sambil mengeluarkan kedua tanganku dari saku jaket loakanku. Berat rasanya kaki ini untuk melangkah pergi,…seolah olah,..banyak sekali yg harus ku tinggalkan disitu. Kenangan masa kecil, tarian Lalang di bukit,..
Sendaren Kitiran,…nyanyian
Megatruh Nelayan tua dan sapaan Ombak Laut Selatan….
Aku melambaikan tanganku pada Pemilik kedai kopi di depan gerbang pantai,..dia melambai sambil tersenyum memamerkan gigi emasnya yg berkilat di terpa sinar mentari sore yg mulai condong ke Barat.
Kulewati Pekan nJepitu yg sangat kukenal itu, menuju arah timur untuk mengakhiri perjalanan Jalur Pantai Selatan di
Dermaga Nelayan Sadeng.
Wonosari dan serba serbinya
( Aku,.. Ngatini, sang penjual Dhawet,… dan seekor Kakak Tua bernama Jacob )
PENDOPO SEWOKO PROJO
Sewaktu aku kecil,…kita Cuma menyebutnya dengan “ Pendopo “ atau “Kabupaten “, tanpa embel embel “Sewoko Projo “ , tanpa Beteng keliling, yg berkesan angker. Kita bebas bermain disitu,.. yg kebetulan juga sebagai Kantor Bupati Kepala Daerah Gunung Kidul,…yg pada waktu itu di jabat oleh KRT Djojo Diningrat.
Tempatnya sejuk,.. karena banyak pepohonan..ada Pohon Beringin besar di depan yg sering kami panjat, ada pohon Sawo Manila, persis di kedua sisi Pendopo dan beberapa pohon asam yg besar. Dan yg paling penting,… kita bebas untuk bermain disitu, siang , sore malam, tanpa harus melapor pada Satpam. Itulah Dufan kita pada waktu kecil dulu,.. dan disitulah juga, hampir semua anak Purbasari belajar bersepeda, menyuap anak anak mereka,.. bermain tali… bola,..Udan Barat dan bila Terang Bulan, ada yg main Gobak Sodor dan juga Wil Yu…yg mungkin tidak dikenal anak anak sekarang.
Aksesnya juga terbuka,.. bahkan bisa untuk lalu lalang dan beristirahat atau sekedar berteduh untuk melepas lelah. Dan aku masih ingat sekali,…kesannya,.. Megah sekali Pendopo itu pada waktu itu. Sore hari… banyak sekali anak anak bermain disitu, dan kadang,… kita bisa nonton pertandingan Volly Ball disitu. Bahkan untuk berbagai macam kegiatan Budaya, termasuk untuk latihan Gamelan dan latihan Tari.
Pada acara Tujuh Belasan,.. biasanya di waktu malam akan diadakan Pagerlaran Wayang Kulit semalam suntuk. Dan seluruh pekarangan Pendopo… di pakai untuk jualan jajanan,… dari Kupat Tahu sampai Sego Gule. Ramai sekali diwaktu waktu seperti itu…
Itu dulu…. Sekarang ? … masyarakat sekitar sudah tidak ikut memiliki Pendopo itu…masyarakat sudah tidak punya akses lagi untuk bermain Tenis di situ…padahal, hamper semua anak anak disitu pandai bermain Tenis pada zamanku. Sekarang…hanya terbatas kepada orang orang tertentu, yg ada hubungannya dengan Pemerintah Daerah.
Pendopo Kabupaten, sudah di tembok keliling… sangat Eksklusif…sangar dan sekaligus kehilangan Roh nya….tidak berarti apa apa…karena masyarakat sudah tidak punya rasa memiliki lagi…di sekat dari situ….berarti… Pendopo hanya Khusus untuk Aparat… Klenengan yg sering diadakan… juga hanya untuk golongan tertentu… sangat eksklusif….
Ada kudengar kabar… konon.. Pendopo Kabupaten diusulkan sebagai Cagar Budaya,…cagar Budaya yg bagaimana ?...dan dulu juga…pernah ku dengar,… setelah Kantor Kasbupaten dipindah di Alun Alun… maka, Pendopo akan dipakai sebagai Pusat Kegiatan Kebudayaan. Apa iya ?
Setauku,… segala kegiatan Budaya itu tidak pernah lepas dari keterlibatan Masyarakat,… karena Budaya itu sendiri, terlahir dari Kegiatan dan kebiasaan Masyarakat dalam Kehidupan Keseharian mereka, baik dalam menjalani Kehidupan bersosial dan berkesenian. Jadi,…kalau sebuah Pusat Budaya di sulap menjadi Tempat yg Eksklusif dan Aksesnya untuk masyarakat di tutup rapat… maka… itu sama aja Bohong.
Beberaspa bulan yg lalu, sengaja.. aku masuk ke Kompleks “ Pendopo Sewoko Projo “,..kulihat ada beberapa penambahan dari Bangunan Joglo asalnya… ada “Skirting di plang tepi joglo, yg kesannya justru seperti memaksakan Design…kesannya… Wagu…uelek… dan di sebelah dalam… tiba tiba ada Dinding “Gebyok “ mahal berukir dan berwarna kayu…tapi,.. yg menjadi kemusykilan dari penambahan itu,… kenapa…Warna Dasar dari Pendopo itu tetap Hijau… sedangkan,.. Gebyoknya warna kayu…. Jadi…yaaaaah… memang nyepetin mata….Maksudnya baik… ditambah Gebyok… tapi kenapa nggak di sesuaikan warnanya ?... misalnya… kalau Tiang Joglonya Hijau… ya gebyoknya di sesuaikan…di cat dengan Prada Hijau,.. atau… tiang Joglo dan warna dasar pendoponya yg disesuaikan….yg penting… nggak menyakitkan mata….
Sebetulnya… Pendopo itu untuk siapa ?... Rakyat,…atau Aparat ? …semoga ada yg bisa menjawab pertanyaan ini….kenapa harus di beteng ? ( membeteng perlu biaya yg banyak,.. dan itu proyek…biasalah… ).
TERMINAL BIS WONOSARI
Siang itu,..cukup terik dan panasnya agak nylekit…nylekit..karena aku hanya memakai Kaos Oblongku yg dibeberapa tempat sudah bolong…Nylekit karena Matahari bertengger tepat diatas kepalaku,… nylekit.. karena aku kehabisan Bensin motor dan harus ndorong,… nylekit… karena di situ tidak ada pohon untuk berteduh,… dan lebih nylekit lagi… melihat Sebuah Bangunan Terminal yg sudah jadi,… tapi sepertinya akan segera berubah jadi Puing puing yg berserakan tanpa Prasasti.
Aku duduk diatas jok motorku yg kehabisan bensin, tepat di depan Terminal Baru Wonosari. Kelihatan Bangunan Fisiknya sudah rampung. Beberapa Pot besar sudah bertengger disitu, walaupun tanaman di atas Pot itu sudah Kering. Rambu rambu untuk keperluan keluar masuknya kendaraan, juga sudah ada… gardu Loket Karcis restribusi juga sudah ada…. Nah… pertanyaannya ? kapan Terminal Baru ini akan di Gunakan ?... ada masalah apa ?... siapa yg bertanggung jawab untuk urusan ini ? Pemda ? dinas Perhubungan ? Kontraktor ? Mbah Suro Kenthong ?... nunggu apa lagi ?....
Ring Road sudah dibangun.. dengan nama jalan, Bupati Bupati yg pernah memimpin Gunung Kidul. Jalur Bus juga sudah dirubah, menyesuaikan dengan keberadaan Sang Terminal Baru yg megah itu….sayaaaangggg……
Kuhirup es dawet untuk sedikit menghilangkan kenylekitan di tenggorokanku…sambil mendengarkan penuturan Ngatini si penjual Dawet, yg bedaknya setebal 3 mili itu. Katanya… dia sudah berjualan disitu tidak kurang dari 2 tahun… dengan pengharapan,… kalau terminal di buka…dia bisa kebagian rezeki dengan menjual dawet… atau bahkan berangan untuk buka warung permanen disitu… tapi sekarang ,.. dia hanya mengharapkan jualannya di beli oleh orang orang yg Stop By seperti aku….
Terminal megah itu… akhirnya hanya menjadi tempat istirahat kambing disiang hari untuk berteduh.
Selamat Pagi Jacob….
Sapaan yg yg manis keluar dari paruh Kakak Tua ku yg sudah cukup tua, bernama Jacob…”Selamat Pagi “, itu katanya.. sewaktu dia melihat aku keluar pintu belakang…sehabis itu.. dia ketawa sendiri… hahahahahahaha…. Yup… burung itu bisa ketawa seperti Manusia…dan sapaannya itu kedengaran tulus….dia mulai mengangguk ngangguk… sambil menyantap Bakwan kesukaannya….
Aku duduk di depan Gazebo Bambu belakang rumah dengan secangkir kopi panas,..sebatang rokok… dan sapaan selamat pagi dari Jacob,.. si kakak tua putih berjambul kuning itu….kusruput Kopiku sambil mengucap syukur…thank God for whatever it is…that’s what life is all about…..
Aaaaaaaah…. Sebuah pagi yg indah…..